Sabtu, 30 Juli 2011

0
TUAN DIBANGARNA

TUAN DIBANGARNA

Tugu Raja Panjaitan


· Menurt keterangan orang-orang tua sebenarnya ada 2 (dua) isteri Tuan Dibangarna. Isterinya boru Pasaribu anaknya adalah Omp. Raja Panjaitan, Omp.Raja Silitonga, dan Om.Raja Siagian, sedangkan Omp.Raja Sianipar adalah anak dari Isterinya yang satu lagi.

· Sebab disebut Omp.Raja Silitonga karena beliau adalah anak yang tengahansedangkan,

· Omp.Raja Siagian dipanggil Siagian karena beliau adalah anak bungsu.

· Omp.Raja Sianipar dipangil Sianipar adalah karena Tuan Dibangarna melewati Binanga (sungai) untuk menemui isterinya yang kedua(lain).

· Keterangan tersebut diatas bisa salah dan bisa juga benar.

· Ada keteranganlain tentang isteri Raja SiJorat yang terkenal itu, ada empat ister Raja Si Jorat seperti tersebut diatas, menurut pendapat orang bukan isteri ke 4 (empat) boru Panggabean,tetapi boru Simorangkir.


bersambung

0
Tuan SOMANIMBIL

TUGU
SOMBA DEBATA
Raja SIAHAAN


  • Leluhur Marga Siahaan,Simanjuntak dan Hutagaol adalah Tuan Somanimbil .
  • Sedangkan keturunan Somba Debata atau Raja Siahaan memakai marga Siahaan dan berdomisili di Balige, Sibuntuon dan daerah lainnya
  • Keturunan Raja Marsundung mempergunakan marga Simanjuntak yang berdomisili di Parsuratan,Hutabulu dan yang berserak ditempat lain,
  • Tuan Marrudji keturunannya mempergunakan marga Hutagaol bertemp[at tinggal di Hutagaol Mejan dan ditempat lainnya.


TAROMBO MARGA SIAHAAN:

  • Raja Siahaan atau Omp.Somba Debata mempunyai anak 2 orang, yang pertama adalah Raja Ditano dan yang kedua adalah Raja Parluhutan , Sedang isteri pertama dari Raja ditano adalah boru Sihombing/Lumbantoruan dan melahirkan anak 3orang yaitu Raja Marhite Ombun ,Raja Hinalang dan Raja Juara Monang, sedangkan adaiknya yang bernama
  • Raja Parluhutan kawin dengan Boru Hasibuan, dan mempunyai seorang anak laki-laki dan seorang perempuan yang kawin dengan marga Siburian dari Paranginan. Raja Parluhutan adalah leluhur dari marga Siahaan Sibuntuon, Lobu Siregar dan Meat.
  • Raja Marhite Ombun adalah leluhur dari Siahaan yang berada di Sampuran,
  • Raja Hinalang leluhur dari Siahaan dari Hinalang,Lumban Silintong, dan lumbanbabi.
  • Sedangkan Juaramonang adalah leluhur Siahaan Balige,Umarihit, Siparenggean..
  • Tuan Pangorian adalah leluhur marga Siahaan yang ada di Lumban Gorat Balige dan Tara bunga.
  • Sebenarnya Raja Ditano memiliki 3 (tiga) orang isteri, isteri pertama adalah boru Hombing, isteri kedua adalah boru Hasibuan (janda adiknya Raja Parluhutan) yang ditinggal mati,yang dikawininya setelah isteri pertamanya (boru hombing meninggal secara adat Batak perkawinan Raja Ditano dengan Boru Hasibuan janda adiknya terbilang sah., dari perkawinan ini lahir seorang putri yang bernama ”Nan Tuan Dipea” yang meninggal muda dan tidak sempat kawin. Kemudian meninggal boru Hasibuan ,Raja Ditano kawin lagi dengan boru Hombing,dari perkawinan ini lahirlah Tuan Pangorian kemudian tidak berapa lama Raja Ditano meninggal.
Dengan meninggalnya Raja Ditano maka hula-hula (keluarga pihak isterinya) yaitu marga Sihombing dan Hasibuan menanya mana keturunan saudara perempuan kami (Sihombing/Hasibuan) agar datang menemui kami maka datanglah Nan Tuan Dipea (waktu itu masih hidup), maka ditunjuklah siapa-siapa keturunan dari borunya hula-hula yang bersangkutan. Karena boru Hasibuan meninggalkan anak-anaknya untuk dikawini abang iparnya Raja Ditano,maka pomparan Raja Parluhutan disebut ”Tadingan ni boru”, Juga Raja Ditano meninggalkan anak-anaknya untuk kawin dengan boru Hasibuan maka anak-anaknya yang ditinggalkan dinamakan ”Tadingan Ni baoa”, Jadi Perumpamaan atau Istilah itu benar adanya bukan bermaksud menghina atau menurunkan derajat



2

bersambung.....

0
Tuan SOMANIMBIL

TUGU
SOMBA DEBATA
Raja SIAHAAN


  • Leluhur Marga Siahaan,Simanjuntak dan Hutagaol adalah Tuan Somanimbil .
  • Sedangkan keturunan Somba Debata atau Raja Siahaan memakai marga Siahaan dan berdomisili di Balige, Sibuntuon dan daerah lainnya
  • Keturunan Raja Marsundung mempergunakan marga Simanjuntak yang berdomisili di Parsuratan,Hutabulu dan yang berserak ditempat lain,
  • Tuan Marrudji keturunannya mempergunakan marga Hutagaol bertemp[at tinggal di Hutagaol Mejan dan ditempat lainnya.


TAROMBO MARGA SIAHAAN:

  • Raja Siahaan atau Omp.Somba Debata mempunyai anak 2 orang, yang pertama adalah Raja Ditano dan yang kedua adalah Raja Parluhutan , Sedang isteri pertama dari Raja ditano adalah boru Sihombing/Lumbantoruan dan melahirkan anak 3orang yaitu Raja Marhite Ombun ,Raja Hinalang dan Raja Juara Monang, sedangkan adaiknya yang bernama
  • Raja Parluhutan kawin dengan Boru Hasibuan, dan mempunyai seorang anak laki-laki dan seorang perempuan yang kawin dengan marga Siburian dari Paranginan. Raja Parluhutan adalah leluhur dari marga Siahaan Sibuntuon, Lobu Siregar dan Meat.
  • Raja Marhite Ombun adalah leluhur dari Siahaan yang berada di Sampuran,
  • Raja Hinalang leluhur dari Siahaan dari Hinalang,Lumban Silintong, dan lumbanbabi.
  • Sedangkan Juaramonang adalah leluhur Siahaan Balige,Umarihit, Siparenggean..
  • Tuan Pangorian adalah leluhur marga Siahaan yang ada di Lumban Gorat Balige dan Tara bunga.
  • Sebenarnya Raja Ditano memiliki 3 (tiga) orang isteri, isteri pertama adalah boru Hombing, isteri kedua adalah boru Hasibuan (janda adiknya Raja Parluhutan) yang ditinggal mati,yang dikawininya setelah isteri pertamanya (boru hombing meninggal secara adat Batak perkawinan Raja Ditano dengan Boru Hasibuan janda adiknya terbilang sah., dari perkawinan ini lahir seorang putri yang bernama ”Nan Tuan Dipea” yang meninggal muda dan tidak sempat kawin. Kemudian meninggal boru Hasibuan ,Raja Ditano kawin lagi dengan boru Hombing,dari perkawinan ini lahirlah Tuan Pangorian kemudian tidak berapa lama Raja Ditano meninggal.
Dengan meninggalnya Raja Ditano maka hula-hula (keluarga pihak isterinya) yaitu marga Sihombing dan Hasibuan menanya mana keturunan saudara perempuan kami (Sihombing/Hasibuan) agar datang menemui kami maka datanglah Nan Tuan Dipea (waktu itu masih hidup), maka ditunjuklah siapa-siapa keturunan dari borunya hula-hula yang bersangkutan. Karena boru Hasibuan meninggalkan anak-anaknya untuk dikawini abang iparnya Raja Ditano,maka pomparan Raja Parluhutan disebut ”Tadingan ni boru”, Juga Raja Ditano meninggalkan anak-anaknya untuk kawin dengan boru Hasibuan maka anak-anaknya yang ditinggalkan dinamakan ”Tadingan Ni baoa”, Jadi Perumpamaan atau Istilah itu benar adanya bukan bermaksud menghina atau menurunkan derajat



2

bersambung.....

0
TUAN SIHUBIL



Keterangan:

· Raja Niapul; adalah yang menurunkan Tampubolon Sbolahotang,Sigalapang dan Sitampulak.

· Sedang Raja Siboro; adalah menurunkan Tampubolon Lumban atas,Sibulele, Tangga batu, Meat Pintu-pintu dan Sipahutar.

· Menurut keterangan lain isteri dari Sapalatua adalah boru torus, dan ada 3 isterinya semua boru torus.

· Ama Sidomdom; pergi ke Humbang dan ke Sipahutar

· Mira so Mangalang; pergi ke Paronggang Parsoburan

· Keturunan Sipalatua II; ada sekarang di Sigumpar Toba.

· Simangan Didalan; yang menurunkan Tampubolon yang bertempat tinggal di Onan Runggu Sipahutar.

· Gindjang Ni Porhas; yang menurunkan Tampu bolon yang ada di Aekbolon.

· Banuaradja; yang menurunkan keturunan Radja Parmahan yang terkenal tersebut juga diberitakan menjadi marga Sitompul yang ada di Tarutung dan Pahae

· Santiradja; yang menurunkan marga Silaen yang berdomisili di Parsambilan

Ada empat anak perempuan dari Radja Mataniari:

1- Yang kawin ke Samosir dan keturunannya adalah Parhuling Simbolon

2- Siboru Tampongan, yang kawin pada marga Simatupang dari Muara.

3- Yang kawin ke Uluan

4- Siboruari,,yang dibawa Raja Mata Ni ari ke Barus.

Versi WM.HutagaluNg:

· Tuan Sihubil adalah anak dari Sapalatu, dan Tuan Sihubi mempunyai 4 anak yaitu: 1- Raja Mataniari; 2-Raja Parmahan; 3-Raja Niapul; 4- Raja Binoro.

· Sedangkan Raja Mataniari mempunyai 2 orang anak yaitu: 1- Silaen; 2-Barimbing.

· Raja Nia Apul mempunyai 2 orang anak Yaitu: 1- Pangahut; 2-Raja Pande Bubu;

· Raja Binoro mepunyai 2 anak yaitu : 1- Saribu Raja; 2- Raja Martahuak.

· Silaen keturunannya bermarga Silaen dan berada di Parsambilan Toba, sedangkan yang ada di Angkola bermarga “Sulaen”

· Barimbing mempunyai 2 orang anak ,yang Tua bermarga Barimbing dan bertempat tinggal di Sigumpar toba, sedangkan yang bungsu bertempat di Aek Bolon Balige.

· Raja Parmahan (somundur), pergi ke Silindung dan dia kawin dengan isteri marga Sitompul (masalah ini ada dihikayat marga Sitompul

· Pangahut (Tampubolon-Sitampulak); berdomisili di Sitampulak Balige, dan keturunanya bermarga “Tampubolon Sitampulak”.

· Raja Pandebubu (Tampubolon-Sibolahotang); berdomisili di Sibolahotang Balige, dan berketurunan disana,dan menyebut maraga” Tampubolon Sibolahotang”

· Sariburaja (Tampubolon-Lumban atas); bertempat tinggal di Lumban atas Balige, dan keturunannya bermarga “Tampubilon lumban atas”


Keturunan Ompu Sumindar, tegasnya keturunan anaknya Radja Hapuloan ada di Londut- Aek Utsim Parsoburan.

Berdasarka hikayat, ada juga dari keturunan Santiradja na laho yang pergi ke Angkola, disana keturunannya bermarga “SULAEN”




· Ompu Sitahi Sumurung (rajaihutan)lah yang menurunkan Ompu Radja Banggas (Kp.Negeri), Raja Mabe, Ompu Ni Onggung, Radja Gidion, Amalongos,Amandjao,Jesajas,Samuel, Badja, dan Gaha


· Gindjang Ni Porhas adalah anak ke empat dari Radja Mataniari dari isterinya boru Siahaan Hinalang.

· Sedangkan keturunan Sitaondjaring ada di Lobu Tolong

· Keturunan Donda Hobol ada di Sangkar Ni Huta “Undotsolu”,


· Datu Rongguran adalah Datu parmanuk di Huta Bagot Peanajagar Tarutung

· Ompu Borotan keturunannya ada di Aekbolon Balige.

· Ompu Sori Ambar isterinya boru Simanjuntak, adalah anak perempuan dari Guru Raja.


Bersambung

Senin, 25 Juli 2011

0
Tarombo Bagi Keturunan Si Bagot Ni Pohan

Kata Pembukaan:

Sengaja kami khususkan Tarombo Keturunan Sibagotni Pohan, mengingat mayoritas marga-marga yang ada di daerah toba adalah Marga Keturunan Raja Sibagot Ni Pohan yakni sbb:
I-TUAN SIHUBIL:
1-Tampubolon
2-Barimbing
3-Silaen

II-RUAN SOMANIMBIL:
1-Siahaan/Nasution
2-Simanjuntak
3-Hutagaol

III-TUAN DIBANGARNA:
1-Panjaitan 2-Silitonga 3-Siagian/Pardosi 4-Sianipar
IV-SONAKMALELA:
1-Simangunsong/Tarumbeang 2-Marpaung 3-Napitupulu 4-Pardededisamping perlunya pelestarian budaya Batak, karena Adat sangat berkaitan dengan Tarombo, dengan tarobo diketahui posisi seseorang didalam laku adat. Sejak dini generasi muda hendaknya mengetahui, kenapa dia memanggil tulang/nan tulang dan kenapa pula dia memenggil Namboru/amangboru atau dengan kata lain dengantarombo mempermudah mengetahui Sistem kekerabatan Suku Batak sbb:

Kekerabatan Orang Batak

1. Dalihan Na Tolu (Toba)
• Somba Marhula-hula
• Manat Mardongan Tubu
• Elek Marboru

2. Dalian Na Tolu (Mandailing)
• Hormat Marmora
• Manat Markahanggi
• Elek Maranak Boru

3. Tolu Sahundulan (Simalungun)
• Martondong Ningon Hormat, Sombah
• Marsanina Ningon Pakkei, Manat
• Marboru Ningon Elek, Pakkei

4. Rakut Sitelu (Karo)
• Nembah Man Kalimbubu
• Mehamat Man Sembuyak
• Nami-nami Man Anak Beru

5. Daliken Sitelu (Pakpak)
• Sembah Merkula-kula
• Manat Merdengan Tubuh
• Elek Marberru

Sibagot Ni Pohan adalah anak dari Tuan Sorbadibanua atau SiSuanon,dari ibu Nai Anting Malela.Dari lima bersaudara Si Bagot Ni Pohan adalah anak tertua yaitu SiBagot Ni Pohan, SiPaet Tua, Silahi Sabungan,Siraja Oloan dan Siraja Hutalima, disamping keempat saudara Si Bagot Ni Pohan masih mempunya tiga orang lagi saudara atau adik dari Ibu boru Sibasopaet yaitu: Raja Sobu,Raja Sumba dan Naipospos
Jadi Anak dari Tuan Sorbadibanua semuanya dari dua isterinya ada delapan Orang.
Demikianlah sedikit kisah asal dari SIBAGOT NI POHAN:
Tarombo diambil dari beberapa sumber, sangat diharapkan berupa masukan terhadap tarombo yang disajikan untuk penyempurnaannya, karena kita menyadari ada beberapa faktor yang menyebabkan tarombo sering berbeda meskipun dalam satu rumpun (ompu), itulah sebabnya Tarombo yang tersaji mengacu pada Tarombo dari 1- Tarombo Si Bagot Ni Pohan oleh Mangaraja Asal Siahaan Balige. 2- Pustaha Batak oleh WM.Hutagalung.Dan 3-Leluhur Marga-Marga Batak Oleh Drs. Richard Sinaga, serta beberapa tarombo berupa stensilan dll.

Sebelum dilanjutkan Tarombo Raja SiBagot Ni Pohan alangkah baiknya kita menghayati hikayat
Oppui Raja SiBagot nipohan yang disadur dari "Pustaha Tumbaga Holing"


Terima Kasih.

bersambung.....

Kamis, 26 Mei 2011

0
Adat Batak dari sudut pandang Kristen (4)-Habis

F.2 Jalan Berkat dan Kehidupan

F.2.a Jalan Agama leluhur

Masyarakat Batak yang religius juga menyadari bahwa keberhasilan untuk
mencapai semua itu hanya dimungkinkan jika mereka mendapatkan pasu-pasu
(berkat) dari kekuatan rohani yang ada di dunia tidak kasat mata, yaitu dari banua
ginjang (dunia atas). Karena itu mereka berupaya untuk memperoleh segala berkat
dari segala roh-roh yang ada di alam gaib, dengan cara menyembahnya dan
melakukan segala persyaratan dari roh sembahan itu untuk mendapatkan berkat.
Cara itu yang kita kenal kemudian dengan istilah upacara adat. Karena itu upacara
adat merupakan suatu pusat kehidupan masyarakat batak yang menandai
aktivitasnya setiap hari.

Jalan berkat yang ditetapkan oleh roh sembahan leluhur Batak dapat dilihat dalam
aktifitas upacara adat. Seluruh berkat berasal dari debata Mulajadi Nabolon sebagai
roh sembahan yang tertinggi. Berkat Mulajadi Nabolon disalurkan melalui ketiga
putranya, yaitu: Batara Guru, Mangala Sori dan Mangala Bulan. Di luar itu,
beberapa roh lainnya yang menjadi sumber berkat penting dalam kehidupan
masyarakat Batak adalah: Boraspati ni tano (dewa kesuburan tanah), Boru Saniang
Naga (dewi penguasa air dan danau), Sombaon, roh orang tua atau leluhur yang
sudah mati, dan berbagai jenis roh (begu) lainnya.

Ketiga dewa Batak menyalurkan berkat dari Mulajadi Nabolon melalui sarana
upacara adat (agama) Batak. Sementara kepada beberapa roh sembahan lainnya,
berkat disalurkan setelah kepadanya diberikan makanan sesajian tertentu sesuai
dengan keinginan roh itu sendiri. Kita akan melihat beberapa prinsip penting jalan
berkat dalam upacara adat Batak.

Mulajadi Nabolon memberikan kepada ketiga putranya berkat khusus yang dapat
disalurkan kepada manusia. Batara Guru sebagai penguasa dunia atas, menerima
kuasa yang dapat menjadikan segala tanaman dan binatang yang ada di bumi.
Mangala Sori sebagai penguasa dunia tengah, dijadikan sebagai sumber Hamalimon
(imamat) dalam agama Batak dan Sisimangaraja adalah salah satu malim yang
terbesar. Mangala Bulan sebagai sumber Hadatuon (ilmu perdukunan), dan raja
Silahi Sabungan adalah salah satu Datu Bolon (dukun besar) yang pernah muncul
di tanah Batak.

Dari ketiga dewa tadi, Batara Guru menduduki posisi sangat penting sebagai
sumber berka dalam kehidupan masyarakat Batak. Batara Guru sangat diharapkan
berkatnya karena dari dialah berasal segala tanaman dan binatang yang ada di
bumi. Berkat mengalir dari dunia atas turuh ke dunia bawah. Inilah prinsip penting
dalam agama Batak. Dalam rumah Batak, dunia atas dilambangkan oleh atap
rumah, dunia tengah dilambangkan bagian tengah rumah, dan dunia bawah
dilambangkan oleh kolong rumah. Berkat tidak pernah berasal dari bawah menuju
ke atas.

Sebagai masyarakat agraris, maka orang Batak sangat mendambakan agar seluruh
tanaman yang dikerjakannya memberikan hasil yang melimpah, dan seluruh ternak
peliharaannya berkembang biak dengan pesat. Dalam bahasa Batak dikenal dengan
ungkapan “gabe na niula, sinur angka pinahan”. Semuanya ini hanya akan
menjamin berkat dari Batara Guru.

Dengan demikian, maka hulahula sebagai personifikasi dari Batara Guru juga
menempati posisis yang sangat penting dalam kehidupan orang Batak. Dalam alam
fisik, maka hulahula merupakan sumber berkat dan keberhasilan dalam segala
pekerjaan boru-nya. Seperti atap rumah Batak, maka hulahula memiliki kekuatan
untuk melindungi, mengayomi, dan memberkati boru. Kalau hulahula tidak
memberkati (mamasu-masu), maka seluruh kehidupan boru akan penuh kesialan,
kemiskinan, penyakit dan bencana. Karena itu, orang Batak sangat takut jikalau
mereka tidak memiliki hulahula atau memiliki hubungan yang rusak dengan
hulahulanya.

Pemberkatan oleh hulahula kepada boru-nya diberikan dalam suatu upacara adat.
Berkat yang diberikan oleh debata dinyatakan oleh hulahula dalam bentuk
pemberian ikan mas (dengke mas arsik), atau ihan (ikan Batak: jurung),pemberikan ulos (tenunan Batak ataupun berupa tanah: ulos na sora buruk) dan Hata pasu-pasu (pidato dan doa pemberkatan) yang banyak berisikan umpasaumpasa Batak.

Pasu-pasu yang diberikan oleh hulahula merupakan pengalihan sebagian tondi dari
daya tondi-nya (sahala) kepada boru. Sahala adalah unsur roh (tondi) yang dimiliki
seseorang yang akan memberikan kelebihan khusus kepadanya. Sahala hamoraon
akan membuat seseorang menjadi penguasa. Sahala harajaon akan membuat
seseorang menjadi penguasa. Sahala hadatuon akan membuat seseorang menjadi
datu. Pemberian berkat-berka merupakan “transfer roh” (sahala) dari hulahula
kepada boru. Kekuatan sahala inilah yang akan me wujudkan segala keinginan yang
dimintakan oleh boru kepada hulahula. Kekuatan sahala yang dimiliki oleh manusia
berasal dari roh sembahan leluhur.

Berkat yang diterima oleh boru tidak cukup hanya dari hulahula-nya saja. Berkat
itu akan semakin lengkap dan melimpah bila mengalir dari struktur kekerabatan
yang lebih tinggi dan luas: dari hulahula orang tuanya, yakni saudara lelaki ibu,
yang dipanggil dengan “tulang”; lebih tinggi lagi, berkat dimintakan dari “tulang
bona”, tulang rorobot (tulang dari tulang) dan tulang bonaniari. Permintaan berkat
kepada semua unsur hulahula di atas diberikan dalam upacara adat yang penuh
(adat na gok).

Sebelum debata memberkati melalui hulahula, pihak boru terlebih dahulu harus
memberikan persembahan kepada debata, melalui pemberian tudu-tudu
sipanganon kepada sang hulahula. Tudu-tudu sipanganon itu berupa seekor babi
atau kerbau yang dipotong dan setelah dimasak disusun sedemikan rupa secara
utuh dari kepada sampai ekor (na margoar), dan kemudian diserahkan kepada
hulahula. Pemberian ini menyimbolkan penyerahan, penaklukan dan penyembahan
dari orang Batak terhadap debata Batara Guru, roh sembahannya, dengan harapan
agar kepada mereka diberikan berkatnya. Falsafah “somba marhulahula”
diwujudkan dengan memberikan persembahan makanan itu.

Jadi pemberian makanan itu merupakan bentuk penyembahan dalam agama Batak
kepada roh sembahan leluhur, bukan hanya sekedar pemberian kepada hulahula
saja. Sadar atau tidak, percaya atau tidak, maka kalau seorang Kristen
memberikan makanan tudu-tudu sipanganon kepada hulahulanya, dia telah
memberikan persembahan kepada Mulajadi Nabolon. Penyembahan kepada dirinya
inilah yang menjadi tujuan inti dari iblis dalam memberikan ilham pelaksanaan
upacara adat kepada luluhur kita. Iblis memang sangat berambisi untuk disembah
oleh manusia.

Pada penyerahan tudu-tudu sipanganon inilah pihak boru menyampaikan kepada
hulahulanya alasan kedatangannnya, dan mengajukan segala permohonan yang
hendak dimintakannya kepada debata melalui hulahula. Pemberian lain yang juga
sering diberikan adalah piso-piso, yaitu berupa sejumlah uang, yang
melambangkan kehormatan yang diberikan kepada hulahula. Pada masa dahulu
bersamaan dengan pemberian di atas sering juga diikutsertakan dengan
memberikan minuman “tuak”.

Dengke yang diberikan oleh hulahula biasa disebut dengan “dengke sitio -tio” dan
“dengke siudur-siudur”, yang berarti sahala hulahula akan menolong boru itu agar
kehidupannya menjadi baik, rezeki menjadi lancar, dan mereka tetap bersatu
dalam mengarungi tantangan kehidupan ini. Pemberian ulos dilakukan dengan cara
membentangkan di pundak sedemikian rupa sehingga membungkus tubuh boru.
Pemberian ulos merupakan berkat dan perlindungan yang diberikan sahala hulahula
kepada roh (tondi) sang boru, agar tondi itu tetap berada dalam keadaan nyaman
dan hangat. Karena kondisi tondi yang hangat dan nyaman dalam tubuh
seseoranglah yang akan menjadikannya sehat dan terlindung dari segala bentuk
gangguan roh-roh jahat. Wajar saja, jikalau orang Batak sangat ketakutan jikalau
tidak mendapatkan ulos dari hulahulanya.



Semakin mahal nilai ulos yang diberikan, semakin besar kegembiraan yang
dinikmati boru, karena berarti lebih besar daya atau berkat hidup yang dipancarkan
oleh hulahula kepada dirinya. Pada sisi lain, nilai ulos yang tinggi juga akan
menaikkan gengsi sosial (social prestige) pihak boru di tengah-tengah masyarakat
adat yang hadir pada upacara itu. Mereka menjadi terhormat (sangap) di tengahtengah
masyarakat. Karena itu orang Batak sangat mendambakan hulahula yang
kaya, karena diharapkan akan dapat memberikan berkat dan kemuliaan yang besar
kepada boru. Ketidakhadiran hulahula yang relatif miskin masih mudah dimaafkan,
apabila dibandingkan dengan ketidakhadiran hulahula (na mora) yang dianggap
memiliki kekayaan yang lebih d i antara mereka.



Pemberian ulos dan dengke arsik diikuti dengan penyampaian berkat dan pidato
dari hulahula, serta umpasa-umpasa yang berisi doa dan permohonan supaya
debata Mulajadi Nabolon memberkati pihak boru, membuat berhasil segala yang
dikerjakannya dan menjauhkan penyakit dan marabahaya dari kehidupannya
(bandingkan dengan pendeta yang mengucapkan doa berkat di gereja).
Pengucapan berkat dan pidato ini merupakan bagian yang penting dari upacara
adat, karena berkat mengalir melalui kata yang diucapkan ketika menyerahkan
pemberian hulahula.

Makanan adat (na margoar) yang telah dipersembahkan kepada debata via hulahula kemudian dibagikan (mambagi jambar) kepada seluruh pihak yang hadir
berdasarkan tutur dengan empunya pesta (suhut). Pada tataran sosia l, pembagian
jambar ini merupakan suatu pengakuan dan penghormatan sosial kepada seluruh
tutur si empunya pesta. Seseorang akan sangat terhina jikalau dia tidak mendapatkan jambar bagiannya. Artinya, keberadaan dia tidak diakui dan dihormati oleh si empunya pesta. Akibatnya bisa terjadi pertengkaran. Pada zaman dulu, masalah ini sering menimbulkan perang antar kampung atau perang marga.Kehidupan masyarakat Batak dulu ditandai dengan adanya tingkat konflik yangtinggi.

Pada tataran rohani, pembagian jambar merupakan pengalihan daya berkat hidup
(pasu-pasu) dari debata kepada seluruh pihak sesuai dengan hak adat masingmasing.
Porsi jambar ditentukan berdasarkan status seseorang di dalam upacara
itu. Seseorang hanya diperkenankan untuk mengambil jambar sesuai dengan
bagian yang telah ditetapkan baginya dalam aturan adat. Jambar yang tidak
diberikan kepada seseorang yang berhak berarti merampas berkat hidup yang
seharusnya menjadi milik orang itu. Perampasan itu sangat membahayakan bagi
kehidupan orang itu, maka dia berusaha mempertahankannya dengan berdebat,
dan kalau perlu dengan berperang.

Pada sisi lain, pembagian jambar merupakan suatu pengakuan rohani akan
keikutsertaan seseorang dalam persekutuan religius denga roh-roh sesembahan
leluhur. Persekutuan religius itu merupakan jalan untuk mendapatkan berkat hidup
dari roh-roh itu. “Manjalo jambar” berarti keberadaan seseorang diakui dalam
persekutuan religius itu, karena itu debata memberikan berkatnya melalui “jambar”
yang diterima. Dengan demikian terbukalah kesempatan untuk mencapai tujuan
hidupnya, “asa gabe jolma ”. Seseorang yang dikucilkan dari persekututan adat
merupakan orang yang tidak berhak mendapatkan jambar pasu-pasu dari roh
sembahan leluhur. Bagi mereka kehinaan, kemiskinan dan kehancuran hidup telah
menantinya di depan (Salah satu bentuk kebohongan iblis !).

Dalam konteks inilah nasehat diberikan seperti yang tercermin dalam ungkapan ini,
“pantun do hangoluan, tois hamagoan”. Kehidupan yang baik ditentukan oleh
ketaatan kepada adat, ketidakta atan akan membawa kehancuran. Kehancuran ini
terjadi karena pelanggaran itu telah merusak tatanan keseimbangan antara alam
makrokosmos (banua ginjang) dengan alam mikrokosmos (manusia di bumi).
Berkat hidup dalam agama Batak mengalir dari Debata di dunia atas turun ke dunia
bawah, apabila tatanan rohani yang telah ditetapkan oleh Mulajadi Nabolon
dipelihara dengan melakukan seluruh ketentuan adat Batak. Merusak tatanan adat
berarti menutup pintu berkat dari Mulajadi Nabolon bagi dirinya sendiri.
Ketakutan inilah yang mencengkeram hati para leluhur dulu dan juga masih
mencengkeram hati banyak orang Batak Kristen. Sehingga ada orang yang
menganggap lebih baik dikatakan “ndang martuhan” daripada dikatakan “ndang
maradat”. Masih banyak orang Batak Kristen yang menilai dan mengukur nilai
seseorang dengan nilai dan cara -cara Hasipelebeguon dulu. Banyak orangtua yang
tidak mau menikahkan anaknya seturut Firman Tuhan di gereja, jikalau mereka
tidak mau memakai upacara adat. Biarlah pernikahan di hadapan TUHAN itu tidak
dihadirinya. Biarlah anaknya pergi menikah jauh, tanpa dilihatnya.

Bagi mereka lebih berharga upacara adat daripada upacara pernikahan gerejawi.
Mereka telah melanggar janji (padan) di hadapan Tuhan, ketika membaptiskan
anak itu di gereja, yaitu mendidik anak itu di dalam Firman dan takut akan Tuhan.
Mereka menunjukkan sikap lebih takut kepada Mulajadi Nabolon (malaikat iblis)
daripada kepada Tuhan Yesus.

Kalau upacara adat telah dilaksanakan dengan baik mereka sangat puas, bangga
dan menjadi tenang hidupnya. Ketenangan itu terjadi karena di hatinya masih
tertanam keyakinan agama sipelebegu tentang jalan berkat, bukan hanya sekedar
takut dikucilkan saja. Mereka meyakini kalau upacara itu dilaksanakan dengan baik,
pernikahan itu pun akan mendatangkan berkat melimpah bagi pengantin. Mereka
lebih takut tidak mendapat jambar dari persekutuan adat dibandingkan
mendapatkan jambar dari Kerajaan Sorga, dimana Yesus Kristus bertahta sebagai
Raja yang Mahamulia.

Gambar berikut ini menjelaskan jalannya berkat dalam agama Batak.





Sebagai orang Kristen kita tidak memerlukan berkat-berkat dari roh sembahan
leluhur. Kita tidak memerlukan berkat dari hulahula. Berkat dari Tuhan Yesus sudah
cukup dan melimpah bagi kita. Kita tidak memerlukan ulos dari hulahula, karena
yang membungkus dan melindungi roh kita adalah darah dan kuasa Tuhan Yesus
sendiri. Ulos baru yang diberikan kepada roh kita adalah keselamatan dalam darah
Kristus (Yesaya 61:10). Kita sangat bersukacita karena memiliki perlindungan yang
terbaik dari segala bentuk serangan atau gangguan roh-roh jahat.
Roh Kudus yang mendiami hati kita memiliki kekuatan yang jauh lebih besar dari
segala roh apapun yang ada di dunia (I Yohanes 4:4). Dia jauh lebih besar dari
Mulajadi Nabolon, Batara Guru, Mangala Sori, Mangala Bulan, Boraspati ni Tano
maupun berbagai roh-roh yang dikenal dalam agama Batak. Tertulis dalam Bibel
bahasa Batak:
“Ai Kristus i do diparulushon hamu, sude hamu, naung tardidi tu bagasan
Kristus.” (Galatia 3:27)

“Marlas ni roha situtu do ahu dibagasan Jahowa, marolop-olop do tondingku
dibagasan Debatangku; ai nunga disolukhon tu ahu angka ulos hatuaon
(pakaian keselamatan), baju hatigoran diholoshon tu ahu, songon pangoli,
na marbulang-bulang mangaradoti hamalimon jala songon oroan naung
hinohosan.”(Yesaya 61:10)

Penulis tidak akan memaparkan betapa besarnya berkat dan perlindungan yang
kita terima dari Tuhan Yesus, yang menyebabkan kita tidak memerlukan ulos,
dengke ataupun berkat dari hulahula. Anda bisa mencari buku-buku rohani lain
yang membahasnya. Penulis akan memberikan dua ayat Alkitab yang menegaskan
melimpahnya berkat dan perlindungan ya ng kita terima dari Tuhan Yesus:
“Kamu berasal dari Tuhan anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabinabi
palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada
roh yang ada di dalam dunia.” (I Yoh 4:4)

“Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna,
datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang (bukan dari
Mulajadi Nabolon via hulahula via ulos dan dengke); padanya tidak ada
perubahan atau bayangan karena pertukaran.” (Yakobus 1:17)

Ada beberapa kebenaran menakjubkan yang tercatat dalam surat Yakobus di atas.
Kata Yunani yang diterjemahkan dengan “pemberian” dan “anugerah” adalah
“dosis” dan “dorema”. Dosis berarti perbuatan memberikan dan mencakup baik
sikap maupun motif dibaliknya. Dorema menunjuk kepada “hal yang diberikan”,
pemberian itu sendiri. Maknanya ialah bahwa alasan-alasan Tuhan bersama-sama
pemberian-pemberian Tuhan, kedua-duanya adalah baik dan sempurna, dalam arti
bahwa tidak ada lagi sesuatu yang perlu ditambah atau diubah untuk
memperbaiknya. Berkat Kristus sudah sempurna bagi seluruh kebutuhan kita, jadi
tidak perlu ditambah lagi dengan berkat dari hulahula.

Istilah “datang dari atas” berarti berasal dari TUHAN, bukan juga berarti sebagai
suatu peristiwa yang dulu pernah terjadi (past tenses) namun menunjukkan bahwa
Tuhan tidak pernah berhenti, sesaatpun tidak (present) pernah berhenti untuk
menuangkan berkat-berkatNya ke atas kita manusia. Inilah yang disebut dalam
istilah teologia dengan “karunia am”, yaitu kebaikan Tuhan yang bertubi-tubi
kepada seluruh umat manusia.

F.2.b Jalan Kristus

Salah satu pernyataan besar dan agung yang pernah keluar dari mulut Yesus
adalah: “Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup. Tidak ada seorangpun
yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yohanes 14:6). Ayat ini
secara umum sudah diketahui oleh orang Batak yang beragama Kristen. Dalam
ayat ini Yesus berbicara tentang tiga hal yang sangat penting dan saling mengikat,
yaitu adanya “jalan”, “kebenaran” dan “kehidupan”. Jalan yang benar akan
membawa kepada kepastian kehidupan kekal. Jalan yang tidak benar (sepertinya
benar tetapi palsu) akan membawa ke pada kebinasaan.

Kalau ada jalan, berarti ada tujuan yang hendak dicapai. Jalan tanpa tujuan
namanya luntang-lantung, dan jalan yang salah menghasilkan kebinasaan. Dosa
telah membuat manusia kehilangan tujuan hidup yang sebenarnya. Manusia tidak
lagi mengetahui tujuan hidup, yang benar-benar dapat memberikan hidup yang
kekal. Manusia masih menyadari tentang adanya tujuan sejati yang harus mereka
capai dalam hidupnya, namun manusia tidak pernah mengetahuinya dengan benar.
Pencaharian tujuan dan jalan yang benar dalam hidup manusia setelah jatuh ke
dalam dosa telah melahirkan dua perkara besar. Di belahan dunia Timur,
masyarakatnya relatif intuitif, telah menyumbangkan berbagai bentuk ajaran
agama, baik dari agama yang besar sampai kepada bentuk agam (religi) yang
kecil, yang tidak berkembang luas. Salah satu diantaranya adalah agama Batak. Di
belahan Barat, masyarakatnya relatif rasionalis, pencahariannya telah
menghasilkan berbagai macam bentuk ajaran filsafat dan pemikiran manusia yang
besar.

Di tengah-tengah pertemuan kedua arus hidup manusia itulah Yesus menyerukan
“Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup. Tidak ada seorangpun yang datang
kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Kepada dunia Timur yang mencari tuhan
yang benar, Yesus mengatakan “Akulah Jalan”, dan kepada dunia Barat yang
mencari kebenaran melalui berbagai macam filsafat, Yesus mengatakan “Akulah
Kebenaran”. Yesus-lah Jalan dan Kebenaran dan Hidup yang kekal. Sungguh besar
makna perkataan itu.

Penciptaan telah menetapkan bahwa hidup dalam TUHAN merupakan tujuan sejati
bagi manusia. Peta TUHAN merupakan standar hidup bagi kebahagiaan manusia,
dan TUHAN menjadi satu-satunya sumber tak terbatas bagi pemenuhan segala
kebutuhan hidup manusia. Tetapi dosa telah membawa kerusakan total dan
kemerosotan yang dalam dari potensi manusia yang sangat mulia itu. Manusia
telah kehilangan tujuan dan jalan hidup yang benar. Tujuan hidup orang Batak
untuk mencapai kekayaan, kehormatan dan keberhasilan, juga mewarnai tujuan
hidup suku -suku bangsa lain. Yesus mengatakan:
“Sebab itu, janganlah kamu kuatir dan berkata; Apakah yang akan kami
makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?
Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan. Akan
tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.
Tetapi carilah dahulu kerajaan Tuhan dan kebenarannya, maka semuanya
akan ditambahkan kepadamu .” (Matius 6:31-33)

Yesus menyatakan bahwa bukti bangsa-bangsa tidak mengenal TUHAN adalah
mereka mengutamakan pencarian makanan, pakaian, rumah dan berbagai
kebutuhan duniawi lainnya, dan tidak mencari kerajaan TUHAN dan kebenaran-
Nya. Kebenaran ini berlaku juga bagi kita bangsa Batak yang hidup sehari-hari
tidak mengutamakan mencari Dia.

Jadi berbagai roh sembahan leluhur Batak yang bernama Mulajadi Nabolon dan
ketiga debata putranya bukanlah TUHAN semesta alam yang sesungguhnya.
Karena itu dia tidak pernah mengajak orang Batak untuk mengenal siapakah
TUHAN itu sebenarnya. Wajar saja, dia takut kebongkaran kedoknya. Dalam kondisi
suku-suku bangsa yang sudah jauh dari tujuan hidup yang benar inilah Injil
diberitakan. Melalui karya Yesus Kristus, manusia diberikan jalan pemulihan akan
segala dampak dosa itu. Melalui karya Yesus, manusia diberikan tujuan dan jalan
hidup yang benar selama di dunia ini.

Alkitab menegaskan bahwa Yesus-lah satu-satunya jalan yang disediakan oleh
TUHAN bagi manusia. Setiap orang yang menemukan “Jalan” yang sesungguhnya,
dia telah menemukan kebenaran, yang membawanya pada hidup yang kekal. Dia
pasti mengenal Yesus. Setiap orang yang menemukan “kebenaran” yang
sesungguhnya, dia pasti telah memiliki jalan beroleh hidup yang kekal. Dia pasti
bertemu dengan Yesus. Setiap orang yang telah menemukan hidup yang kekal, dia
telah menemukan jalan yang membawa kepada kebenaran, yaitu Yesus. Paulus
menegaskan: “Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup,
tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah
dibangkitkan untuk mereka.” (II Kor 5:15).

Tanpa Yesus tiada seorangpun yang dapat hidup dalam TUHAN dan menerima
segala sesuatu dari-Nya. Pernyataan Yesus di atas merupakan kebenaran mutlak
yang tidak dapat diubah sedikitpun oleh siapapun juga, tidak dapat ditambah atau
dikurangi oleh manusia. Hidup yang baru dalam Yesus, adalah suatu hidup yang
diabdikan sepenuhnya bagi Kristus dan bukan lagi diabdikan kepada Mulajadi
Nabolon, roh sembahan leluhur, dan bukan juga kepada perintah dan ajaran agama
leluhur.

Doa manusia hanya akan sampai kepada TUHAN, Bapa di dalam Yesus, hanya
melalui Yesus Kristus, bukan melalui tudu-tudu sipanganon, bukan melalui
hulahula, dan juga bukan melalui tudu-tudu sipanganon plus doa dalam nama
Yesus. Penambahan doa dalam nama Yesus dengan tudu-tudu sipanganon dan
hulahula tidak akan pernah dapat membawa permohonan manusia kepada TUHAN.
Cara seperti itu hanya akan membawa permohonan kita kepada malaikat iblis yang
bernama Mulajadi Nabolon. Permohonan manusia hanya akan didengarkan-Nya bila
dipanjatkan di dalam nama Yesus Kristus, titik.

Berkat Tuhan diterima oleh manusia hanya melalui Yesus, bukan melalui ulos atau
dengke yang diserahkan oleh hulahula atau tulang. Perantara (parhitean) doa dan
berkat bagi manusia hanyalah Yesus, bukan apapun juga yang ada dalam upacara
adat. Kristus-lah satu-satunya Tuhan yang pernah berinkarnasi menjadi manusia.
Ndang na hulahula, manang dengke arsik, manang ulos, umbahen
parhitean pasu-pasu di jolma, alai holan Kristus do parhitean na sintong.
Inilah kemutlakan Injil Kristus.
Karena itu, pelaksanaan upacara adat dalam kehidupan kekristenan merupakan
tindakan penyangkalan akan Firman Tuhan Yesus:”Akulah Jalan, dan Kebenaran
dan Hidup”. Penyangkalan itu tidak dilakukan melalui mulut, tetapi dilakukan
melalui tindakan pragmatis. Melalui mulut kita mengakui Yesus satu-satunya jalan,
dan melalui tindakan kita menyangkalinya. Inilah yang disebut dalam surat Paulus
kepada Titus dengan: “Mereka mengaku mengenal Tuhan, tetapi dengan perbuatan
mereka, mereka menyangkal Dia”. (Titus 1:16)

F.2.c Jalan Holong dan Jalan Kasih

Kita sudah membahas upacara adat Batak itu sebagai suatu aktifitas yang dipenuhi
dengan simbol dan makna religius agama Batak. Kita akan meninjau lagi upacara
adat sebagai aktifitas yang berisikan motif-motif sosial tertentu. Rangkaian upacara
adat merupakan jalan dimana seluruh kerabat keluarga menyatakan (holong)
solidaritas di antara sesama mereka. Tanda holong dari boru, dia akan memberikan
tudutudu sipanganon kepada sang hulahula, sebagai wujud somba marhulahula.
Tanda “holong” bagi hulahula, dia akan memberikan ulos, dengke dan hata pasupasu
kepada pihak boru. Inilah argumen sebagian orang untuk tetap mempertahan
tradisi itu. Dalam upacara yang lebih lengkap seperti pernikahan, rasa holong itu
dinyatakan dengan pertukaran pemberian di antara kelompok Dalihan Na Tolu.
Bentuk “holong” di dalam adat Batak, adalah suatu hubungan yang bersifat “take
and give”, dalam ungkapan Batak dikatakan “lean di ahu, asa hulehon di ho”.
Pemberian dilakukan dengan motif untuk mendapatkan sesuatu dari orang yang
memberikan. Tidak ada pemberian yang gratis. Nilai sesuatu yang diterima
seseorang harus disesuaikan dengan nilai yang telah diberikannya. Nilai yang
diberikan kepada seseorang juga harus disesuaikan dengan pendidikan dan
jabatannya dalam masyarakat. Kalau tidak, perselisihan, pertengkaran dan
permusuhanpun akan terjadi. Kalau ulos yang diberikan oleh hulahula nilainya di
bawah nilai pemberian sang boru, maka sang boru akan bersungut-sungut
menerimanya. Demikian pula sebaliknya, bila hulahula menerima pemberian sang
boru tidak seimbang dengan pemberiannya. Apalagi kalau hulahula atau boru itu
adalah seorang yang kaya dan terhormat dalam masyarakat.
Karena itu orang Batak sangat mendambakan diri untuk menjadi orang kaya.
Keinginan inilah yang menggelorakan semangat hamajuon, yang ditandai dengan
tekad besar dari orang tua untuk memberikan pendidikan yang tinggi kepada anakanaknya.

Dengan memiliki pendidikan yang tinggi, maka mereka akan lebih mudah
mendapatkan kekayaan. Dengan kekayaan dan status pendidikan itu maka mereka
dapat menyerahkan pemberian yang lebih besar lagi nilainya dan mendapatkan
sesuatu yang lebih bernilai tinggi di hadapan masyarakat. Jadi pemberian dan
penerimaan sesuatu dalam upacara adat merupakan sarana menunjukkan gengsi
sosial di tengah-tengah masyarakat (social prestige).

Pada sisi lain, dengan kehormatan dan kekayaan yang dimilikinya, maka seseorang
akan sering mendapatkan undangan (gokkon dohot jou-jou) dari keluarga ataupun
anggota masyarakat lainnya. Si pengundang akan sangat bangga jikalau orang itu
hadir di pestanya. Sebaliknya, kalau seseorang itu miskin, penghargaan yang
diterimanya jauh berbeda dari orang kaya itu. Karena itu ada orang yang
mengatakan bahwa istilah adat merupakan akronim dari “Adong di hita, Adong
Tondong” (Kekerabatan yang banyak ditentukan oleh kekayaan yang dimiliki oleh
seseorang).

Kehadiran dan pemberian seseorang dalam suatu upacara adat lebih banyak
ditujukan untuk kepentingan dirinya sendiri. Kehadiran seseorang bertujuan supaya
si pengundang juga akan hadir pada wakt u dia melakukan upacara adat. Pemberian
yang diberikannya dalam suatu upacara adat bertujuan agar si penerima juga akan
memberikan sesuatu sebagai imbalan. Kalau upacara adat yang dilaksanakan
seseorang dihadiri oleh banyak orang, dan pemberian-pemberian mereka nilainya
tinggi, maka akan sangat terhormatlah si empunya pesta di hadapan masyarakat.
Holong dalam adat Batak hanya merupakan suatu pemberian yang menuntut balas
semuanya demi kepentingan si pemberi itu sendiri. Kalau dia tidak menghadiri
upacara adat yang diselenggarakan orang lain, maka dikuatirkan orang lain tidak
akan datang pada waktu dia melakukan upacara adat. Ini merupakan kehinaan
(haleaon) bagi orang Batak. Rasa solidaritas seperti ini disebut dengan “holong na
marparbuat”.

Holong yang seperti ini juga tercermin dalam relasi antara orang Batak dengan
sembahannya. Jikalau mereka menginginkan sesuatu dari sembahannya, maka
terlebih dahulu mereka mempersembahkan sesuatu sebagai dasar untuk
pengabulan keinginannya. Roh sembahan bukanlah sesuatu pribadi yang harus
dipatuhi dan ditakuti karena dia mengaku sebagai debata. Mereka diperlakukan
baik karena sangat diperlukan dalam mencapai keinginan manusia itu sendiri.
Hubungan dengan sembahan tidak merupakan hubungan antara “Tuan dan Hamba”
(patron an client).

Masyarakat Batak adalah masyarakat yang sejajar dimana orang lain dinilai sama
derajatnya dengan diri mereka sendiri. Semua orang Batak adalah “anak raja”,
kecuali karena faktor tertentu mereka terpaksa menjadi budak (hatoban). Orang
Batak tidak mengenal loyalitas hirarkis seperti pada budaya orang Jawa. Mereka
adalah orang yang bebas dan mandiri. Kesejajaran inilah yang juga menjadi dasar
perilaku mereka terhadap sembahannya. Mereka menyembah kepada Roh
sembahannya, karena membutuhkan berkat dan perlindungan darinya. Roh
sembahan memberikan sesuatu kepada manusia, karena mereka membutuhkan
pemualiaan dari manusia. Hubungan antara “sembahan” dengan manusia dijalin
dalam suatu relasi yang saling menguntungkan (simbiosa mutualisma). Hubungan
seperti ini tercermin dalam cerita di bawah:

Pada masa dulu hiduplah seorang “raja” Batak yang cukup kaya. Namun
hatinya tetap merasa sedih karena tidak memiliki anak. Sebagai orang
Batak kondisi seperti itu sangat menyengsarakan hidupnya. Suatu hari
naiklah dia ke gunung Pusuk Buhit dan membawakan persembahan kepada
Mulajadi Nabolon. Setelah memberikan persembahan itu berdoalah dia:
“Ale ompung Mulajadi Nabolon, diboto ho do aha na mambahen ahu ro tu
son, ima sude arsak na adong di bagasan rohangki, disiala so adong dope
tubu di ahu anak dohot boru. Alani, ale Ompung Mulajadi Nabolon, Raja ho
di banua ginjang, Raja ahu di son, marsipasangapan ma hita, unang hita
masipailaan.”
(Wahai, ompung Mulajadi Nabolon, engkau mengetahui alasan kedatanganku ke tempat ini, yaitu semua kesusahan yang ada dalam hatiku, karena belum mempunyai putra dan putri. Karena itu, wahai ompung Mulajadi Nabolon, Engkau raja di dunia atas, Aku raja di sini,baiklah kita saling memuliakan, dan tidak saling mempermalukan).

Kalau Mulajadi Nabolon tidak memberikan anak, maka raja tadi akan sangat terhina
selama di dunia dan setelah meninggalkan dunia ini. Kalau itu terjadi maka raja
tersebut tidak akan mau melakukan upacara adat yang mempermuliakan Mulajadi
Nabolon, dan tidak akan ada juga keturunannya yang akan mempermuliakannya.
Baik raja itu sendiri maupun Mulajadi Nabolon sama-sama tidak akan menerima
kemuliaan.

Holong yang diajarkan dalam agama Batak adalah kasih yang menuntut balas dari
orang yang telah menerima pemberian. Holong seperti itulah yang ada di dalam diri
manusia. Sembahan leluhur tidak memiliki kasih seperti Tuhan Yesus, yang rela
mengorbankan segala sesuatu kepada manusia yang dikasihinya. Bahkan
nyawaNya telah dikorbankan demi keselamatan setiap orang yang mau percaya
kepadaNya. Karena kasih TUHAN, Pencipta Semesta Alam. Karena TUHAN itu
adalah Kasih (Agape). Tuhan atau ilah lain yang palsu tidak memiliki dan tidak akan
mengajarkan Kasih TUHAN yang tiada menuntut balas.

Sebagai pengikut Yesus kita diajarkan melakukan ajaran kasih agape yang tiada
menuntut balas. Pemberian kita harus benar-benar ditujukan hanya demi kebaikan
dari orang yang menerima, dan tiada motif apapun yang bersifat egoistis. Inilah
kasih sorgawi yang jauh lebih tinggi dari jenis kasih apapun yang ada di dalam
dunia. Yesus mengatakan:

Jikalau kamu menuruti perintahKu (bukan perintah sembahan leluhur),
kamu akan tinggal di dalam kasihKu, seperti Aku menuruti perintah BapaKu
dan tinggal di dalam kasihNYA...

Inilah perintahKu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah
mengasihi (agape) kamu.” (berarti tidak mengasihi dengan “holong na
marparbuat”).

Tiada apapun yang telah dikorbankan oleh sembahan leluhur kita. Setiap
pemberian yang diberikannya harus dibayar dengan pemberian dari kita. Yang lebih
berat lagi, pemberian itu harus dibayar dengan nyawa kita sendiri. Pemberian iblis
akan membawa kita ke dalam neraka bersama-sama dengan dia. Apakah Anda
mau di sana ?-James silalahi

0
Adat Batak dari sudut pandang Kristen (3)


D. Perwakilan Roh Sembahan Leluhur


Struktur Dalihan Na Tolu menempatkan seseorang sebagai wakil dari roh-roh
sembahan leluhurnya. Hulahula mewakili Batara Guru, Dongan Sabutuha mewakili
Mangala Sori, dan Boru mewakili Mangala Bulan. Prinsip perwakilan ini dapat kita
bahas dari istilah “representation” yang dipakai oleh DR. Philip. O. Tobing di dalam
menjelaskan hubungan Dalihan Na Tolu, dengan dunia dewa orang Batak.

Apakah artinya “mewakili” itu? Kamus Webster mendefinisikan representation
sebagai to present again (menyajikan atau memperkenalkan kembali, atau dapat
pula diartikan “re-present” someone (menghadirkan seseorang kembali). Wakil
adalah seseorang yang menghadirkan kembali pribadi dan kehendak orang yang
diwakilinya. Contohnya, Hulahula merupakan wakil dari Batara Guru, berarti dialah
yang menghadirkan pribadi dan kehendak roh Batara Guru di dunia (banua tonga).

Status hulahula sangat penting sekali dalam kehidupan orang Batak, karena
seluruh berkat yang berada di alam semesta turun melalui Batara Guru. Batara
Gurulah yang menjadikan segala jenis tumbuhan dan hewan yang ada di muka
bumi. Batara Gurulah yang memiliki hikmat kebijaksanaan (hahomion) Debata.
Sebagai masyarakat agraris, yang hidup dari hasil pertanian dan peternakan yang
digarap secara sederhana, maka keberhasilan dalam kedua bidang usaha ini
menjadi sangat penting. Hal ini sesuai dengan ungkapan Batak: “gabe na niula,
sinur pinahan”. Keberhasilan dalam kedua bidang usaha ini, sangat tergantung
kepada berkat yang turun dari Batara Guru.

Karena itu, berkat dari roh sembahan ini sangat penting bagi keberhasilan orang
Batak dalam segala usaha yang dikerjakannya. Karena Hulahula merupakan orang
yang mewakili Batara Guru untuk memberkati manusia, maka peranannyapun
menjadi penting sekali. Segala kemuliaan, kekayaan, dan keberhasilan dalam
usaha didapatkan didapatkan oleh orang Batak melalui berkat Debata yang
diturunkan dengan perantaraan hulahula. Hulahula meru pakan sumber berkat dan
tuah kehidupan (pangalapan pasupasu, pangalapan tua).

Karena itu orang Batak sangat takut dan sangat hina jikalau dia tidak mempunyai
Hulahula. Mereka berusaha keras agar hubungannya dengan sang Hulahula
berjalan baik, walaupun banyak tingkah hulahulanya yang tidak menyenangkan.
Kondisi ini tercermin dalam ungkapan: “pitu hali hulahula marsala, alai sintong do
idaon” (tujuh kali hulahula melakukan kesalahan, namun dia tetap dipandang
benar). Hulahula dinyatakan sebagai matahari yang tidak dapat ditentang (mata ni
ari so suharon). Semuanya bertujuan agar sahala hulahula itu jangan tarrimas
(marah) dan dengan demikian dapat memberkati mereka.

Jikalau seseorang memiliki masalah tertentu dan ingin mendapatkan berkat dari
debata untuk menyelesaikan persoalan itu, maka dia terlebih dahulu harus
memberikan persembahan makanan kepada debata. Karena hulahula adalah
perwakilan dari debata (debata na ni ida), maka dialah yang mewakili debata dalam
menerima persembahan makanan itu. Persembahan seseorang kepada debata
melalui Batara Guru dilakukan dengan memberikan tudu-tudu sipanganon atau
namargoar kepada hulahulanya. Tudu-tudu sipanganon adalah makanan
persembahan yang ditentukan oleh Mulajadi Nabolon untuk diberikan kepadanya.

Penyembahan kepada debata dilakukan dengan cara:
 Menyerahkan makanan persembahan kepada hulahula
 Meletakkan tangan pada pinggir dari nampan yang berisikan makanan
 persembahan (tudutudu sipanganon)
 Membungkukkan badan penyembah (boru) menghadap hulahula

Penyembahan dengan cara membungkukkan badan ini merupakan simbol
penaklukan sang boru ke bawah kuasa dan berkat dari hulahula. Artinya, boru
menyatakan penyembahan dan penaklukannya kepada kuasa dari Batara Guru
untuk memberkati seluruh hidup mereka. Inilah pelaksanaan dari prinsip Dalihan
Na Tolu “Somba Marhulahula”. Sehingga penyerahan tudutudu sipanganon
merupakan cara dalam agama Batak untuk menyembah kepada roh sembahan
leluhur, yaitu Mulajadi Nabolon yang dilakukan melalui hulahula.

Penyerahan na margoar ini merupakan inti dari penyembahan kepada Mulajadi
Nabolon. Mengapa upacara adat itu sulit ditinggalkan oleh orang Batak? Salah satu
jawabnya adalah karena di dalam upacara adat itu terdapat inti dari agama Batak,
yaitu penyembahan kepada Debata Mulajadi Nabolon. Penyembahan kepada
Mulajadi Nabolon dilakukan melalui perantaraan Hulahula yang mewakili Batara
Guru di dunia. Menyembah Mulajadi Nabolon dilakukan dengan menyembah
hulahula.

Penyembahan dilakukan dengan cara pihak boru (penyembah) menyerahkan
makanan persembahan (tudutudu sipanganon) kepada Hulahula (yang disembah).
Inilah cara menyembah dewa yang unik dalam agama Batak yang ditetapkan oleh
malaikat iblis. Seluruh rangkaian upacara adat yang diajarkan iblis kepada leluhur
pada hakikatnya bertujuan agar mereka me nyembah kepada iblis melalui cara yang
telah ditetapkannya.

Dalam tarian (tortor) Batak, penyembahan kepada Mulajadi Nabolon juga dilakukan
oleh pihak boru dengan cara merapatkan kedua tangan di dada dan kemudian
membuat gerakan penyembahan kepada hulahula. Tarian tortor pada hakikatnya
bukanlah merupakan pementasan seni tari. Tarian tortor adalah tarian yang
diperuntukkan bagi upacara agama Batak. Karena itulah dalam pelaksanaan tarian
itu tidak diperkenankan siapapun juga melakukannya dengan tertawa. Setiap orang
yang ambil bagian dalam tarian itu harus melakukannya dengan sikap serius dan
hening.

Pengecualiannya hanya terdapat dalam beberapa bentuk tortor muda-mudi saja.
Pelaksanaan tortor asli yang serius ini masih dapat kita lihat dalam upacara adat
yang dilakukan oleh aliran “Parmalim”, yang masih ada di beberapa wilayah Batak.
Penulis pernah menyaksikan suatu video upacara adat “Parmalim”, yang biasanya
tidak bisa diikuti orang luar, dan tidak boleh diliput. Hanya karena pendekatan baik
dari seseorang peneliti Eropa, acara itu dapat diliput dari jauh dengan
mempergunakan fasilitas “zoom” kamera. Keseriusan mereka dalam melaksanakan
tortor sangat terlihat sekali disepanjang upacara itu.



Karena upacara adat merupakan pusat penyembahan kepada Mulajadi Nabolon,
maka iblis akan berusaha sekuat mungkin untuk mempertahankan eksistensi
upacara agama Batak itu. Iblis akan menaruh berbagai pikiran, gagasan,
argumentasi di dalam diri orang-orang yang dikuasainya untuk mempertahankan
keberadaan upacara itu. Iblis sangat mengerti, jikalau upacara adat itu ditinggalkan
oleh orang Kristen, maka dia akan kehilangan penyembahan dari orang-orang
Kristen. Hanya saja, kebanyakan orang Batak Kristen tidak memahami strategi iblis
ini. Dengan cara seperti itu iblis masih dapat memperoleh penyembahan dari orang
Batak yang sudah beragama Kristen. Upaya itu dilakukan melalui orang-orang yang
terikat kuat dalam belenggu upacara agama itu, apalagi bila orang itu memiliki
posisi kuat di gereja.

Perwakilan hulahula atas Batara Guru berlangsung dalam dua arah. Pertama, dia
mewakili Batara Guru dalam menerima persembahan dari manusia yang ingin
beroleh berkat darinya (pihak boru), biasanya berupa tudutudu sipanganon (na
margoar), piso-piso (uang) dan minuman tuak. Pada masyarakat Simalungun,
hewan yang dipersembahkan biasanya berupa ayam dan disebut dengan “dayok
binatur”. Kedua, Hulahula mewakili Batara Guru di dalam memberikan berkat
kepada orang yang telah memberikan persembahan kepadanya, yaitu dengan
memberikan ulos, dengke arsik, dan pidato pemberkatan.




Pada waktu seorang hulahula memberkati borunya, maka dia sedang menjadi wakil
dari Batara Guru untuk memberkati, melalui ulos, dengke, dan hata pasupasu yang
diucapkannya. Dalam tortor hulahula juga memberkati boru melalui gerakan
tangan yang diangkat dengan telapak tangan terbuka ke arah pihak boru. Pada
waktu rombongan boru sudah berada di hadapannya, maka hulahula memberkati
dengan mengarahkan tapak tangannya pada bagian kepala boru.

Perwakilan itu dilakukan karena orang Batak tidak dapat melihat keberadaan roh
sembahannya yang berada di alam gaib. Prinsip perwakilan inilah yang menjadi
dasar bagi ungkapan yang menyatakan bahwa hulahula itu adalah tuhan yang
dapat dilihat (debata na ni ida). Dengan memberikan makanan persembahan
kepada hulahula, maka boru telah memberikan persembahan kepada debata Batara
Guru. Demikian juga sebaliknya, dengan menerima ulos, dengke arsik, dan pidato
berkat dari hulahula, maka mereka telah menerima berkat dari debata.
--------------------------------------------------------------------------------------
Jadi upacara adat Batak merupakan bentuk ibadah dalam agama Batak
yang ditujukan kepada penyembahan Debata Mulajadi Nabolon
----------------------------------------------------------------------------------------
Karena setiap orang Batak menduduki status hulahula terhadap pihak pengambil
gadis mereka, maka setiap orang Batak juga menjadi wakil dari Batara Guru dalam
menerima persembahan dan memberikan berkat kepada borunya. Karena itu,
setiap orang Kristen yang masih terlibat dalam aktivitas adat juga telah menjadikan
dirinya sebagai wakil dari roh sembahan leluhur, yaitu wakil dari Batara Guru, wakil
dari Mulajadi Nabolon.
Inilah salah satu bentuk peniruan dan pemalsuan kebenaran Tuhan yang telah
dibangun oleh iblis, jauh sebelum Injil sampai kepada orang Batak. Pada waktu
manusia dicipta, maka dia dicipta sesuai gambar, citra, atau peta Tuhan.
“Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya
mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara, dan
atas ternak dan atas seluruh bumi, dan atas segala binatang melata yang
merayap di bumi”. Maka TUHAN menciptakan manusia itu menurut
gambar-Nya, menurut gambar Tuhan diciptakan-Nya dia; laki-laki dan
perempuan diciptakan-Nya mereka”. (Kejadian 1:26,27)

Kesepetaan itu menjadikan manusia sebagai wakil TUHAN dalam mengelola alam
semesta. Adam merupakan manager, pembantu atau pengurus TUHAN yang
diserahi tugas untuk memelihara dan melindungi bumi. Segala yang dikerjakannya
akan ditopang oleh hikmat, anugerah dan kuasa TUHAN, dan hasilnya akan
memberikan kemuliaan kepada TUHAN itu sendiri. Segala tindakan manusia di bumi
akan dipertanggungjawabkan kembali di hadapan TUHAN pada waktunya. Hikmat
anugerah dan kuasa yang diberikan-Nya melalui persekutuan dengan manusia
merupakan sarana yang akan menjamin tercapainya tujuan di atas. Inilah
rancangan TUHAN yang indah bagi manusia, hanya kemudian dosa telah merusak
rancangan yang baik itu.

Apakah artinya “mewakili Tuhan” itu? Wakil adalah seseorang yang menghadirkan
kembali kehendak orang yang diwakilinya. Seorang wakil TUHAN adalah orang yang
menghadirkan Tuhan kembali atau menghadirkan kembali kehendak-Nya melalui
seluruh perkataan dan tindakannya di bumi.
Perjanjian baru juga mengajarkan kebenaran yang sama bagi orang yang percaya
kepada Yesus Kristus. Paulus menegaskan bahwa setiap orang yang percaya
kepada-Nya adalah Utusan atau Duta Kristus.
“Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Tuhan
menasehati kamu dengan perantaraan kami”. (II Korintus 5:20)
karena itu Tuhan Yesus dan kuasa-Nya menyertai setiap gerak langkah orang yang
beriman kepada-Nya. Jadi melalui iman kepada Yesus Kristus, seseorang menjadi
utusan yang mewakili kepentingan Kristus di bumi ini. Dia hidup untuk melakukan
segala kehendak dan rancangan Kristus di sepanjang sejarah. Karena itu, melalui
dia kehendak Tuhan Yesus dikerjakan di bumi.

Demikian pula, bagi orang yang menjalankan peranan sebagai Hulahula, Boru, atau
Dongan Sabutuha, mereka sedang menghadirkan kembali pribadi dan kehendak
sembahan yang diwakilinya dalam acara itu, yaitu: Batara Guru, Mangala Sori, dan
Mangala Bulan. Persoalannya, bagaimanakah seorang Kristen Batak ya ng adalah
wakil atau duta Tuhan, dapat menjadi wakil roh-roh jahat yang menjadi sembahan
leluhurnya dahulu kala? Kondisi itu hampir sama seperti seorang mata-mata yang
berlaku sebagai agen ganda dalam dunia intelijen. Di Kerajaan Sorga tidak ada
mata-mata, atau agen ganda, karena mereka hidup dalam kekudusan.

Seorang Bapak Kristen yang bertindak sebagai hulahula terhadap borunya
mengatakan, bahwa berkat bukan berasal dari dia. Berkat itu datangnya dari Tuhan
Yesus. Namun ketika dia melaksanakan kedua fungsi hulahula di atas, dia telah
melaksanakan fungsi perwakilan Batara Guru. Jadi secara ucapan kita mengaku
Yesus sebagai satu-satunya sumber berkat, tetapi dalam pelaksanaan kita
menyalurkan berkat dari Batara Guru kepada pihak boru kita. Secara teologis kita
mengakui Yesus, secara praktis, kita mengakui Batara Guru, dan dengan demikian
telah menyangkali pengakuan teologis kita sendiri.

Sinkretisme sperti inilah yang ditegur keras oleh Firman Tuhan, seperti kasus orang
Kreta yang ditulis dalam surat Titus 1:13-14
“Karena itu tegorlah mereka dengan tegas supaya mereka menjadi sehat
dalam iman, dan tidak lagi mengindahkan dongeng-dongeng Yahudi dan
hukum-hukum manusia yang berpaling dari kebenaran.”

Ayat 16 mengatakan: “Mereka mengaku mengenal Tuhan, tetapi dengan
perbuatan mereka, mereka menyangkal Dia. Mereka keji dan durhaka dan
tidak sanggup berbuat sesuatu yang baik.”

Kalau kita benar-benar mengakui dan meyakini bahwa Yesus sebagai satu-satunya
sumber berkat, maka kita benar-benar harus mengerti cara-cara Yesus
memberikan berkat kepada orang yang percaya kepada-Nya. Mulajadi Nabolon
memiliki cara-cara khusus dalam memberkati orang yang percaya kepadanya.
Demikian juga Tuhan Yesus memiliki cara-cara tersendiri dalam memberkati umat-
Nya. Cara Mulajadi Nabolon berbeda dengan cara Tuhan Yesus. Tuhan Yesus tidak
mau menyalurkan berkatnya dengan meniru-niru cara musuh-Nya. Pelaksanaan
cara pemberkatan model Mulajadi Nabolon dalam kekristenan sama dengan
menyangkali kebenaran Tuhan Yesus, dan Titus mengatakan iman yang seperti itu
tidak sehat alias sakit.

Alkitab memberikan cara-cara yang ditentukan oleh Tuhan Yesus dalam
memberkati umat manusia (anugerah umum), dan memberkati setiap orang yang
percaya dan mentaati firman-Nya (anugerah khusus). Alkitab menolak dongengdongeng bangsa Yahudi, walaupun mereka adalah bangsa Tuhan. Apalagi terhadap dongeng-dongeng bangsa Batak yang berasal dari zaman Hasipelebeguon. Alkitab menolak segala hukum manusia yang berpaling dari kebenaran, apalagi terhadap hukum atau perintah leluhur yang nyata -nyata berasal dan berisikan nilai-nilai Hasipelebeguon, dan bahkan menentang Injil.

Kekudusan menutup seluruh kemungkinan bagi seorang Kristen untuk
melaksanakan fungsi ganda seperti itu. Kekudusan memisahkan seorang Kristen
dari segala nilai, paradigma, norma, cara dan persekutuan hidup dengan berbagai
roh-roh yang berasal dari iblis. Kalau peranan ganda itu terjadi juga, kemungkinan
satu-satunya adalah orang itu telah mengorbankan kekudusannya untuk dapat
menjadi wakil dari debata sembahan leluhur dahulu kala. Dalam dunia politik orang
seperti itu biasanya dicap sebagai pengkhianat negara.

Dengan melaksanakan ketiga fungsi dalam struktur Dalihan na Tolu, seseorang sah
sebagai wakil dari ketiga dewa Batak. Dengan demikian Iblis mempunyai dasar
yang sah (legitimated) dihadapan TUHAN untuk mengklaim orang itu sebagai
miliknya, dan Tuhan harus membiarkan iblis hadir dan mengendalikan kehidupan
orang itu. Karena itu para roh sembahan leluhur dapat bebas keluar masuk dari
dalam hati orang itu.

Iblis dengan mudah dapat menanamkan di hati orang itu keinginan yang kuat
untuk mempertahankan adat Batak dan ketakutan yang besar untuk keluar dari
adat itu. Kehadiran roh itulah yang memunculkan keinginan kuat di hati orang
Batak untuk tetap melakuka n berbagai upacara adat, bukan dorongan Roh Kudus.
Inilah salah satu penjelasan rohani mengapa adat Batak sangat terikat kuat pada
adatnya.

Kembali pada masalah pembenaran upacara adat melalui doa dan umpasa yang
dibungkus secara kristiani. Acara yang dilakukan karena dorongan roh sembahan
leluhur sekalipun dibungkus dengan doa kristiani yang tidak pernah memenuhi
keinginan hati Tuhan. Tindakan itu bertentangan dengan prinsip ibadah yang
pernah diajarkan Yesus Kristus yang berbunyi:

“Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab
Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Tuhan itu Roh dan
barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan
kebenaran."(Yoh 4:23-24)

Today English Version menuliskan ayat ke 24:
“God is Spirit, and only by the power of his Spirit can people worship him
as he really is.”

Ibadah yang benar, yang memuaskan hati Tuhan adalah yang menjadikan Bapa,
dalam Yesus, sebagai pusat penyembahan. Bukan Mulajadi Nabolon ataupun ketiga
putranya. Kita juga dilarang menyembah hula-hula sebagai wakil Mulajadi Nabolon
(debata na ni ida), Yesus menegaskan:

“Enyahlah iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah TUHAN
(Yahowa), Tuhanmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti.”
(Matius 4:10)

Penyembahan kepada Bapa (TUHAN = Yahowa) hanya akan didorong dan
dikerjakan oleh (only by the power) kuasa Roh Kudus. Segala ibadah yang
dikerjakan oleh Roh Kudus tunduk sepenuhnya pada kebenaran Tuhan, tidak ada
satu bagianpun dari Firman yang dilanggar.

Segala ibadah yang tidak digerakkan oleh Roh Kudus tidak pernah berkenan
kepada TUHAN. Segala bentuk ibadah yang didorong oleh keinginan hati manusia
saja tidak akan pernah memuaskan hati Tuhan, karena manusia telah jatuh ke
dalam dosa. Karena itu, ibadah sinkretis seperti dalam upacara adat Batak tidak
pernah didorong dan dikerjakan oleh Roh Kudus, karena banyak melanggar prinsip -
prinsip Firman Tuhan.

Tabel di bawah ini memberikan perbedaan ibadah antara agama Batak dan Injil
Yesus Kristus.



Dorongan membungkus upacara adat dengan doa kristiani sepenuhnya berasal dari
roh sembahan leluhur yang belum disangkali dan diusir dari dalam hati seorang
yang beragama Kristen. Tujuannya agar orang-orang Kristen Batak tetap
melakukan penyembahan kepada malaikat iblis Mulajadi Nabolon, dengan jalan
menduakan Tuhan. Sehingga secara rohani orang Kristen itu tidak bisa mengalami
kemajuan rohani dalam mengenal kasih dan kuasa Yesus, karena kuasa-Nya tidak
akan menopangnya lagi. Kecuali Tuhan memberikan anugerah untuk bertobat.
Lalu, bagaimanakah Yesus akan mengakui di hadapan Bapa bahwa orang itu
memang benar-benar adalah pengikut-Nya, sementara dia beribadah dengan cara -
cara yang tidak tunduk kepada Firman TUHAN ?
Yesus mengatakan :
“Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku (bukan suara sembahan
leluhur), dan Aku mengenal mereka (bukan sekedar mengaku percaya
Yesus, tetapi diakui oleh Tuhan Yesus) dan mereka mengikut Aku” (bukan
ajaran leluhur) (Yohanes 10:27).”

E. Hulahula dan Kristus


Ungkapan hulahula sebagai “debata na ni ida” jarang dipikirkan dengan serius oleh
kebanyakan kita orang Batak. Dalam pengamatan penulis, banyak orang Batak
Kristen yang sangat akrab dengan istilah itu, sehingga tidak merasa ada yang salah
di sana. Bahakan di dalam kekristenan sekarang, istilah ini dikembangkan pada
orang lain. Sering terdengar orang yang mengatakan, bahwa orangtua adalah
“debata na ni ida”. Realitas ini menunjukkan bahwa pemahaman banyak orang
Batak Kristen masih berada dalam tingkat yang hampir sama dengan pemahaman
para leluhur yang hidup dahulu. Pemahaman kita belum memasuki pengertian dan
pengenalan yang lebih mendalam terhadap Yesus Kristus. Menghafal banyak cerita
dan beberapa ayat Alkitab, terlibat dalam aktivitas di gereja sering dinilai telah
menunjukkan bahwa seseorang itu telah mengenal Tuhan (mananda Yahowa).

Kehilangan pengenalan Tuhan yang benar merupakan salah satu akibat dari
kejatuhan manusia ke dalam dosa. Permasalahan itu ditambah lagi dengan fakta
bahwa Tuhan itu tidak dapat dilihat oleh mata jasmani kita. Bagaimanakah manusia
dapat mengenal sesuatu yang tidak dapat dilihat, dijamah oleh kelima panca indera
manusia. Kerinduan yang sama juga mewarnai hati Filipus yang bertanya kepada
Yesus: “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.”
(Yohanes 14:8). Kondisi inilah juga yang dimanfaatkan oleh Iblis dengan
mengajarkan konsep “ debata na ni ida” kepada leluhur kita.

TUHAN, malaikat Tuhan, Iblis dan roh-roh jahatnya berada di alam roh (gaib) yang
tidak dapat dilihat dengan mata jasmani. Istilah “debata” ditujukan oleh roh
sembahan leluhur kepada dirinya yang tidak dapat dilihat manusia. Pada waktu
leluhur kita memanggil roh sembahannya, mereka menyerukannya dengan
panggilan “Debata” atau “Ompu Mulajadi Nabolon”. Karena mereka tidak dapat
dilihat, maka Mulajadi Nabolon menetapkan hulahula sebagai wakilnya di dalam
menerima persembahan dan memberikan berkat kepada manusia. Sehingga
hulahula disebut dengan “debata na ni ida”. Jadi istilah “debata na ni ida” mengacu
kepada perwakilan Mulajadi Nabolon di dunia. Hulahula adalah manusia biasa yang
juga sudah jatuh ke dalam dosa, bukan penjelmaan dari roh sembahan leluhur.
Karena malaikat Iblis tidak dapat menjadi manusia. Dia hanya dapat merasuki
manusia ( siar-siaran).

Jadi sangat tidak tepat jikalau kita beranggapan bahwa istilah “debata na ni ida”
berarti “TUHAN yang dapat dilihat” (YHWH : Yahowa na ni ida). Alkitab menolak
dengan tegas pengertian “debata na ni ida” sebagai “Yahowa na ni ida”. Alkitab
menetang keras prinsip hulahula di dalam hidup umat-Nya, karena manusia dicipta
bukan sebagai wakil Mulajadi Nabolon, tetapi merupakan Peta atau Wakil TUHAN
(Imago Dei) di dunia. TUHAN (Yahowa) tidak pernah mewakilkan diri-Nya kepada
hulahula.

Karena manusia tidak dapat lagi mengenal TUHAN, maka Dia datang menyatakan
diri-Nya ke dalam dunia. Dia lah Yesus Kristus, TUHAN yang menjadi manusia.
Peristiwa ini dinamakan Inkarnasi (bukan reinkarnasi), Tuhan menjadi manusia.
Inilah jalan keluar yang diberikan oleh TUHAN agar manusia dapat mengenalnya.
Inkarnasi adalah suatu puncak karya besar TUHAN dalam mewahyukan diri-Nya
kepada manusia. Sehingga dengan mengenal Yesus Kristus manusia telah
mengenal TUHAN.

Ketika Yesus Kristus datang ke dunia, maka manusia dapat berbicara langsung
kepada TUHAN. Manusia dapat mendengar tanggapan, pikiran dan hikmat TUHAN
akan segala persoalan manusia yang diperhadapkan kepada-Nya. Mereka melihat
cara Tuhan yang melampaui pikiran manusia dalam menyelesaikan setiap
persoalan. Dia mengajarkan akan kebenaran TUHAN yang sangat dibutuhkan
manusia. Manusia juga dapat melihat betapa besar kasih-Nya TUHAN, ketika Dia
menghadapi orang banyak yang menderita berbagai penyakit dan kelemahan, dan
mereka semua disembuhkan-Nya. Mereka juga dapat melihat betapa besarnya
kuasa Tuhan yang membongkar segala bentuk persembunyian Iblis dalam diri
manusia, dan memulihkan tubuh itu. Manusia dapat melihat bagaimana kuasa-Nya
menaklukkan segala kondisi alam lingkungan yang membahayakan diri manusia.

Puncaknya, Dia memberikan jalan kepada manusia untuk dapat kembali kepada
TUHAN, dengan memberikan diri-Nya sebagai tebusan atas dosa dan
pemberontakan manusia. Dia mati, bangkit, naik ke surga, dan diterima oleh Bapa
di sebelah kanan-Nya. Dari sana Dia senantiasa menjadi pengantara kita di
hadapan Bapa di sorga. Pada waktu-Nya Yesus Kristus akan datang kembali ke
dunia di dalam kemuliaan-Nya yang besar.

Jadi, tidak ada Yahowa yang pernah dilihat oleh manusia selain dari Yesus Kristus.
Hulahula adalah manusia biasa yang penuh dengan dosa dan kelemahan. Dia bukan
Tuhan. Dia tidak bisa dan tidak layak mewakili manusia dihadapan Bapa yang
Mahakudus, bahkan dia adalah orang yang sangat membutuhkan Yesus Kristus
bagi keselamatan dirinya sendiri. Hulahula tidak bisa dan tidak layak menyalurkan
berkat dari TUHAN yang kudus, karena dia manusia dan penuh dengan dosa.
Bahkan hulahula juga sangat membutuhkan berkat dari Tuhan.

Yesus Kristus adalah satu-satunya manusia yang datang ke dunia mewakili Bapa-
Nya yang ada di surga. Dia satu-satunya jalan yang dapat membawa doa manusia
ke depan tahta Bapa di surga. Melalui Yesus Kristus kita beroleh segala berkat,
pertolongan dari Tuhan, dan yang lebih penting lagi, melalui Yesus Kristus kita
dapat memasuki pengenalan akan TUHAN dalam kehidupan pribadi.

Kalau kita mengerti dan meyakini kebenaran Injil ini, maka kita hanya akan
menerima Yesus Kristus sebagai satu-satunya TUHAN yang dapat dilihat. Yesus
Kristus adalah satu-satunya pengantara kita di hadapan Bapa di surga, dan Yesus
Kristus satu-satunya jalan Tuhan memberkati kita. Dalam prakteknya, kita akan
menolak segala bentuk jalan lain di luar Yesus Kristus, termasuk prinsip
perwaktilan hulahula di dalam agama Batak. Jadi cocok antara pengakuan iman kita
dengan praktek hidup keseharian.

F. Berkat, Jalan dan Tujuan Hidup


Berkat (pasu-pasu) merupakan suatu kebutuhan rohani yang besar bagi manusia.
TUHAN (YHWH; Jahowa; Batak) telah menciptakan manusia dalam keterbatasan.
Melalui keterbatasan itu, Dia menyatakan diri-Nya sebagai satu-satunya sumber
berkat yang dapat memuaskan segala kebutuhan manusia. Kesepetaan manusia
dengan Tuan merupakan satu-satunya standar hidup yang menjamin perolehan
berkat dan kebahagiaan yang sejati. Di luar Kristus, manusia tidak memiliki sumber
berkat yang sesungguhnya. Dunia hanya dapat menawarkan sumber berkat yang
akan membawa kita pada kebinasaan.

Kejatuhan manusia ke dalam dosa telah menimbulkan krisis rohani yang besar.
Manusia telah meninggalkan TUHAN, sumber berkat yang kekal, dan berpaling pada
roh-roh lain yang ada di dalam dunia ini. Manusia juga telah kehilangan tujuan
hidup yang benarm dan menggantinya dengan berbagai tujuan laiinya, sehingga
manusia tidak lagi hidup sebagai peta Tuhan yang memberikan kemuliaan kepada
TUHAN. Manusia menjalani kehidupannya dengan cara-cara lain di luar hikmat
tuhan untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkannya. Dalam kondisi seperti
itu, maka para malaikat iblis menawarkan berbagai tujuan hidup dan jalan lain
untuk mendapatkan berkat kepada setiap suku bangsa yang dikuasainya.

F.1. Tujuan Hidup Orang Batak

Hamoraon, Hasangapon dan Hagabeon (kekayaan, kemuliaan dan keberhasilan)
merupakan dambaan hidup orang Batak secara umum, dan selam hidupnya mereka
akan berjuang untuk mendapatkannya. Pencapaian ketiga hal ini merupakan tujuan
hidup yang terpatri di dalam jiwa setiap orang Batak. Seseorang baru dianggap
berbahagia apabila dia memiliki keturunan yang banyak baik dari anak la ki-laki
maupun anak perempuan. Lalu orang tersebut juga berhasil dalam usahanya,
sehingga memiliki banyak harta yang memungkinkna mereka melakukan berbagai
upacara adat yang lengkap dan besar, sesuai dengan kewajibannya di dalam
masyarakat.

Dengan demikian maka kedudukannya akan menjadi sangap (terhormat) ditengahtengah masyarakat adat. Kehormatan itu bukan hanya akan diperolehnya sewaktu masih hidup, tetapi juga akan didapatkan setelah meninggalkan dunia ini. Upacara penguburan yang mewah dan kuburan ata u tugu-tugu yang megah merupakan lambang kehormatan yang diterimanya di dunia orang hidup maupun di dunia orang mati. Saat mencapai semuanya itu barulah dia dapat disebut sebagai
“JOLMA” (manusia Batak). Kalau belum memperoleh semuanya itu, maka
seseorang dianggap belum berhasil di dalam kehidupannya: “ ndang jolma dope i”.

“Jolma” adalah seseorang yang memiliki kepribadian sebagai orang Batak.
Kepribadian Batak mencakup segala nilai, paradigma, ajaran, falsafah, cara dan
norma hidup yang diajarkan para leluhur Batak. Semuanya itu tercermin dalam
ketaatan kepada aturan adat. Sehingga upacara adat merupakan satu pusat
aktifitas hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup sebagai manusia Batak. Inilah
salah satu alasan yang sering diajukan oleh orang Batak untuk membenarkan
pelaksanaan upacara adat di dalam hidup kekristenannya sekarang.

Orang Kristen Batak harus menyadari, bahwa setelah percaya kepada Yesus
Kristus, maka kepribadian kita sebagai orang Batak tidak lagi didasarkan pada
berbagai nilai, paradigma, ajaran, falsafah, norma, cara dan jalah hidup
Hasipelebeguon. Sebaliknya kepribadian kita sebagai orang Batak dibangun dalam
seluruh kebenaran Firman Tuhan, agar kita kembali kepada tujuan hidup manusia
semula, yaitu menjadi Peta TUHAN, yaitu Peta Yesus Krist us. Kita adalah orang
Batak yang baru, yaitu orang Batak yang dicipta dalam Kristus Yesus, dimana
kepribadian kita merupakan pancaran dari kepribadian Kristus. Kepribadian Batak
yang baru merupakan kepribadian yang memancarkan pikiran perasaan dan
kemauan dari Yesus Kristus.

Dalam kepribadian yang baru itu, kita akan mendapatkan arti hidup, berkat,
sukacita dan kebahagiaan yang sejati. Orang Batak sejati adalah orang Batak yang
telah menemukan sumber keberadaan dirinya. Orang Batak bukan berasal dari Si
Raja Batak saja, tetapi lebih jauh lagi, berasal dari si Adam. Adam bersal dari
TUHAN, dan Adam adalah Peta TUHAN. TUHAN adalah asal (bona) dari keberadaan kita. Kembali ke asal semula (mulak tu bonana) adalah kembali kepada Kristus,bukan kembali kepada Hasipelebeguon, kembali kepada Sumber Berkat sejati,
bukan kembali pada roh-roh sembahan leluhur yang lemah dan miskin. Dalam
Kristus kita menemukan kebahagiaan hidup yang sejati dan selama-lamanya.
Dalam Kristus kita menikmati segala kekayaan dan kemuliaan Tuhan.

Kepribadian Batak yang baru adalah kepribadian Kristus yang memancar di dalam
dirinya, yang sangat berbeda dengan kepribadian orang Batak yang hidup dalam
nilai dan cara Hasipelebeguon. Ukuran kebatakan kita sekarang adalah ketaatan
kepada Firman Tuhan, bukan kepada adat Batak dulu. Bukti kita orang Batak yang
mengenal Kristus adalah keberanian meninggalkan Hasipelebeguon dan keberanian
untuk melakukan Firman Tuhan, dengan kerelaan memikul salib (resiko mengikut
Yesus).

Kalau kepribadian Batak Hasipelebeguon didapatkan melalui ketaatan terhadap
adat Batak dengan seperangkat upacara adatnya, maka kepribadian Batak dalam
Kristus hanya akan terwujud dengan mentaati seluruh Firman Tuhan. Orang Batak
dalam Kristus adalah warga dari kerajaan Surga. Sebagai warga dari Kerajaan
Surga, maka kita memiliki gaya hidup yang berbeda dengan orang Batak duniawi.
Kerajaan Surga memiliki aturan–aturan hidup yang berbeda dengan warga duniawi.
Kepribadian Batak dalam Kristus adalah suatu kepribadian yang memancarkan
kemuliaan Kristus. Yesus mengatakan: “Janganlah kamu sama seperti mereka.”
Semangat Yesus adalah semngat untuk tampil beda dengan dunia yang penuh
dosa. Semangat itu pulalah yang menjalar di dalam dada Paulus.
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah
kehendak Tuhan.” (Roma 12:2)

“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan
yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” (Filipi 2:5)

Pembaharuan hidup yang dikerjakan oleh Roh Kudus adalah suatu proses yang
membawa kita semakin serupa dengan Kristus, menjadi Peta TUHAN. “Jolma” bagi
orang Batak sekarang adalah seseorang yang memiliki pikiran, perasaan dan
tingkah laku hidup yang memancarkan kemuliaan Kristus. Itulah kemuliaan yang
TUHAN berikan kepada manusia termasuk kepada kita orang Batak, dan itulah juga
standar untuk mengukur kemanusiaan yang benar. Peta Tuhan = Peta Kristus =
Jolma, di luar itu, ndang jolma dope.

Kemuliaan (hasangapon) bagi orang Batak dalam Kristus diperoleh bukan lagi
melalui upacara adat. Kemuliaan itu diperoleh dengan keberanian untuk memikul
salib Kristus. Yesus Kristus sangat dimuliakan di sebelah kanan tahta Bapa.
Kemuliaan itu diterimaNya setelah selesai menjalani salib. Tiada kemuliaan tanpa
salib, itulah ketetapan bagi warga kerajaan surga. Setiap salib yang kita pikul
merupakan jalan mempersiapkan kemuliaan yang akan kita terima di Surga.
Manakah yang kita pilih, kemuliaan (duniawi) adat batak, atau kemuliaan Kerajaan
Surga? Tidak bisa dua-duanya.

bersambung
 
TOGA LAUT PARDEDE | © 2010 by DheTemplate.com | Supported by Promotions And Coupons Shopping & WordPress Theme 2 Blog