Kamis, 26 Mei 2011

0
Adat Batak dari sudut pandang Kristen (3)


D. Perwakilan Roh Sembahan Leluhur


Struktur Dalihan Na Tolu menempatkan seseorang sebagai wakil dari roh-roh
sembahan leluhurnya. Hulahula mewakili Batara Guru, Dongan Sabutuha mewakili
Mangala Sori, dan Boru mewakili Mangala Bulan. Prinsip perwakilan ini dapat kita
bahas dari istilah “representation” yang dipakai oleh DR. Philip. O. Tobing di dalam
menjelaskan hubungan Dalihan Na Tolu, dengan dunia dewa orang Batak.

Apakah artinya “mewakili” itu? Kamus Webster mendefinisikan representation
sebagai to present again (menyajikan atau memperkenalkan kembali, atau dapat
pula diartikan “re-present” someone (menghadirkan seseorang kembali). Wakil
adalah seseorang yang menghadirkan kembali pribadi dan kehendak orang yang
diwakilinya. Contohnya, Hulahula merupakan wakil dari Batara Guru, berarti dialah
yang menghadirkan pribadi dan kehendak roh Batara Guru di dunia (banua tonga).

Status hulahula sangat penting sekali dalam kehidupan orang Batak, karena
seluruh berkat yang berada di alam semesta turun melalui Batara Guru. Batara
Gurulah yang menjadikan segala jenis tumbuhan dan hewan yang ada di muka
bumi. Batara Gurulah yang memiliki hikmat kebijaksanaan (hahomion) Debata.
Sebagai masyarakat agraris, yang hidup dari hasil pertanian dan peternakan yang
digarap secara sederhana, maka keberhasilan dalam kedua bidang usaha ini
menjadi sangat penting. Hal ini sesuai dengan ungkapan Batak: “gabe na niula,
sinur pinahan”. Keberhasilan dalam kedua bidang usaha ini, sangat tergantung
kepada berkat yang turun dari Batara Guru.

Karena itu, berkat dari roh sembahan ini sangat penting bagi keberhasilan orang
Batak dalam segala usaha yang dikerjakannya. Karena Hulahula merupakan orang
yang mewakili Batara Guru untuk memberkati manusia, maka peranannyapun
menjadi penting sekali. Segala kemuliaan, kekayaan, dan keberhasilan dalam
usaha didapatkan didapatkan oleh orang Batak melalui berkat Debata yang
diturunkan dengan perantaraan hulahula. Hulahula meru pakan sumber berkat dan
tuah kehidupan (pangalapan pasupasu, pangalapan tua).

Karena itu orang Batak sangat takut dan sangat hina jikalau dia tidak mempunyai
Hulahula. Mereka berusaha keras agar hubungannya dengan sang Hulahula
berjalan baik, walaupun banyak tingkah hulahulanya yang tidak menyenangkan.
Kondisi ini tercermin dalam ungkapan: “pitu hali hulahula marsala, alai sintong do
idaon” (tujuh kali hulahula melakukan kesalahan, namun dia tetap dipandang
benar). Hulahula dinyatakan sebagai matahari yang tidak dapat ditentang (mata ni
ari so suharon). Semuanya bertujuan agar sahala hulahula itu jangan tarrimas
(marah) dan dengan demikian dapat memberkati mereka.

Jikalau seseorang memiliki masalah tertentu dan ingin mendapatkan berkat dari
debata untuk menyelesaikan persoalan itu, maka dia terlebih dahulu harus
memberikan persembahan makanan kepada debata. Karena hulahula adalah
perwakilan dari debata (debata na ni ida), maka dialah yang mewakili debata dalam
menerima persembahan makanan itu. Persembahan seseorang kepada debata
melalui Batara Guru dilakukan dengan memberikan tudu-tudu sipanganon atau
namargoar kepada hulahulanya. Tudu-tudu sipanganon adalah makanan
persembahan yang ditentukan oleh Mulajadi Nabolon untuk diberikan kepadanya.

Penyembahan kepada debata dilakukan dengan cara:
 Menyerahkan makanan persembahan kepada hulahula
 Meletakkan tangan pada pinggir dari nampan yang berisikan makanan
 persembahan (tudutudu sipanganon)
 Membungkukkan badan penyembah (boru) menghadap hulahula

Penyembahan dengan cara membungkukkan badan ini merupakan simbol
penaklukan sang boru ke bawah kuasa dan berkat dari hulahula. Artinya, boru
menyatakan penyembahan dan penaklukannya kepada kuasa dari Batara Guru
untuk memberkati seluruh hidup mereka. Inilah pelaksanaan dari prinsip Dalihan
Na Tolu “Somba Marhulahula”. Sehingga penyerahan tudutudu sipanganon
merupakan cara dalam agama Batak untuk menyembah kepada roh sembahan
leluhur, yaitu Mulajadi Nabolon yang dilakukan melalui hulahula.

Penyerahan na margoar ini merupakan inti dari penyembahan kepada Mulajadi
Nabolon. Mengapa upacara adat itu sulit ditinggalkan oleh orang Batak? Salah satu
jawabnya adalah karena di dalam upacara adat itu terdapat inti dari agama Batak,
yaitu penyembahan kepada Debata Mulajadi Nabolon. Penyembahan kepada
Mulajadi Nabolon dilakukan melalui perantaraan Hulahula yang mewakili Batara
Guru di dunia. Menyembah Mulajadi Nabolon dilakukan dengan menyembah
hulahula.

Penyembahan dilakukan dengan cara pihak boru (penyembah) menyerahkan
makanan persembahan (tudutudu sipanganon) kepada Hulahula (yang disembah).
Inilah cara menyembah dewa yang unik dalam agama Batak yang ditetapkan oleh
malaikat iblis. Seluruh rangkaian upacara adat yang diajarkan iblis kepada leluhur
pada hakikatnya bertujuan agar mereka me nyembah kepada iblis melalui cara yang
telah ditetapkannya.

Dalam tarian (tortor) Batak, penyembahan kepada Mulajadi Nabolon juga dilakukan
oleh pihak boru dengan cara merapatkan kedua tangan di dada dan kemudian
membuat gerakan penyembahan kepada hulahula. Tarian tortor pada hakikatnya
bukanlah merupakan pementasan seni tari. Tarian tortor adalah tarian yang
diperuntukkan bagi upacara agama Batak. Karena itulah dalam pelaksanaan tarian
itu tidak diperkenankan siapapun juga melakukannya dengan tertawa. Setiap orang
yang ambil bagian dalam tarian itu harus melakukannya dengan sikap serius dan
hening.

Pengecualiannya hanya terdapat dalam beberapa bentuk tortor muda-mudi saja.
Pelaksanaan tortor asli yang serius ini masih dapat kita lihat dalam upacara adat
yang dilakukan oleh aliran “Parmalim”, yang masih ada di beberapa wilayah Batak.
Penulis pernah menyaksikan suatu video upacara adat “Parmalim”, yang biasanya
tidak bisa diikuti orang luar, dan tidak boleh diliput. Hanya karena pendekatan baik
dari seseorang peneliti Eropa, acara itu dapat diliput dari jauh dengan
mempergunakan fasilitas “zoom” kamera. Keseriusan mereka dalam melaksanakan
tortor sangat terlihat sekali disepanjang upacara itu.



Karena upacara adat merupakan pusat penyembahan kepada Mulajadi Nabolon,
maka iblis akan berusaha sekuat mungkin untuk mempertahankan eksistensi
upacara agama Batak itu. Iblis akan menaruh berbagai pikiran, gagasan,
argumentasi di dalam diri orang-orang yang dikuasainya untuk mempertahankan
keberadaan upacara itu. Iblis sangat mengerti, jikalau upacara adat itu ditinggalkan
oleh orang Kristen, maka dia akan kehilangan penyembahan dari orang-orang
Kristen. Hanya saja, kebanyakan orang Batak Kristen tidak memahami strategi iblis
ini. Dengan cara seperti itu iblis masih dapat memperoleh penyembahan dari orang
Batak yang sudah beragama Kristen. Upaya itu dilakukan melalui orang-orang yang
terikat kuat dalam belenggu upacara agama itu, apalagi bila orang itu memiliki
posisi kuat di gereja.

Perwakilan hulahula atas Batara Guru berlangsung dalam dua arah. Pertama, dia
mewakili Batara Guru dalam menerima persembahan dari manusia yang ingin
beroleh berkat darinya (pihak boru), biasanya berupa tudutudu sipanganon (na
margoar), piso-piso (uang) dan minuman tuak. Pada masyarakat Simalungun,
hewan yang dipersembahkan biasanya berupa ayam dan disebut dengan “dayok
binatur”. Kedua, Hulahula mewakili Batara Guru di dalam memberikan berkat
kepada orang yang telah memberikan persembahan kepadanya, yaitu dengan
memberikan ulos, dengke arsik, dan pidato pemberkatan.




Pada waktu seorang hulahula memberkati borunya, maka dia sedang menjadi wakil
dari Batara Guru untuk memberkati, melalui ulos, dengke, dan hata pasupasu yang
diucapkannya. Dalam tortor hulahula juga memberkati boru melalui gerakan
tangan yang diangkat dengan telapak tangan terbuka ke arah pihak boru. Pada
waktu rombongan boru sudah berada di hadapannya, maka hulahula memberkati
dengan mengarahkan tapak tangannya pada bagian kepala boru.

Perwakilan itu dilakukan karena orang Batak tidak dapat melihat keberadaan roh
sembahannya yang berada di alam gaib. Prinsip perwakilan inilah yang menjadi
dasar bagi ungkapan yang menyatakan bahwa hulahula itu adalah tuhan yang
dapat dilihat (debata na ni ida). Dengan memberikan makanan persembahan
kepada hulahula, maka boru telah memberikan persembahan kepada debata Batara
Guru. Demikian juga sebaliknya, dengan menerima ulos, dengke arsik, dan pidato
berkat dari hulahula, maka mereka telah menerima berkat dari debata.
--------------------------------------------------------------------------------------
Jadi upacara adat Batak merupakan bentuk ibadah dalam agama Batak
yang ditujukan kepada penyembahan Debata Mulajadi Nabolon
----------------------------------------------------------------------------------------
Karena setiap orang Batak menduduki status hulahula terhadap pihak pengambil
gadis mereka, maka setiap orang Batak juga menjadi wakil dari Batara Guru dalam
menerima persembahan dan memberikan berkat kepada borunya. Karena itu,
setiap orang Kristen yang masih terlibat dalam aktivitas adat juga telah menjadikan
dirinya sebagai wakil dari roh sembahan leluhur, yaitu wakil dari Batara Guru, wakil
dari Mulajadi Nabolon.
Inilah salah satu bentuk peniruan dan pemalsuan kebenaran Tuhan yang telah
dibangun oleh iblis, jauh sebelum Injil sampai kepada orang Batak. Pada waktu
manusia dicipta, maka dia dicipta sesuai gambar, citra, atau peta Tuhan.
“Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya
mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara, dan
atas ternak dan atas seluruh bumi, dan atas segala binatang melata yang
merayap di bumi”. Maka TUHAN menciptakan manusia itu menurut
gambar-Nya, menurut gambar Tuhan diciptakan-Nya dia; laki-laki dan
perempuan diciptakan-Nya mereka”. (Kejadian 1:26,27)

Kesepetaan itu menjadikan manusia sebagai wakil TUHAN dalam mengelola alam
semesta. Adam merupakan manager, pembantu atau pengurus TUHAN yang
diserahi tugas untuk memelihara dan melindungi bumi. Segala yang dikerjakannya
akan ditopang oleh hikmat, anugerah dan kuasa TUHAN, dan hasilnya akan
memberikan kemuliaan kepada TUHAN itu sendiri. Segala tindakan manusia di bumi
akan dipertanggungjawabkan kembali di hadapan TUHAN pada waktunya. Hikmat
anugerah dan kuasa yang diberikan-Nya melalui persekutuan dengan manusia
merupakan sarana yang akan menjamin tercapainya tujuan di atas. Inilah
rancangan TUHAN yang indah bagi manusia, hanya kemudian dosa telah merusak
rancangan yang baik itu.

Apakah artinya “mewakili Tuhan” itu? Wakil adalah seseorang yang menghadirkan
kembali kehendak orang yang diwakilinya. Seorang wakil TUHAN adalah orang yang
menghadirkan Tuhan kembali atau menghadirkan kembali kehendak-Nya melalui
seluruh perkataan dan tindakannya di bumi.
Perjanjian baru juga mengajarkan kebenaran yang sama bagi orang yang percaya
kepada Yesus Kristus. Paulus menegaskan bahwa setiap orang yang percaya
kepada-Nya adalah Utusan atau Duta Kristus.
“Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Tuhan
menasehati kamu dengan perantaraan kami”. (II Korintus 5:20)
karena itu Tuhan Yesus dan kuasa-Nya menyertai setiap gerak langkah orang yang
beriman kepada-Nya. Jadi melalui iman kepada Yesus Kristus, seseorang menjadi
utusan yang mewakili kepentingan Kristus di bumi ini. Dia hidup untuk melakukan
segala kehendak dan rancangan Kristus di sepanjang sejarah. Karena itu, melalui
dia kehendak Tuhan Yesus dikerjakan di bumi.

Demikian pula, bagi orang yang menjalankan peranan sebagai Hulahula, Boru, atau
Dongan Sabutuha, mereka sedang menghadirkan kembali pribadi dan kehendak
sembahan yang diwakilinya dalam acara itu, yaitu: Batara Guru, Mangala Sori, dan
Mangala Bulan. Persoalannya, bagaimanakah seorang Kristen Batak ya ng adalah
wakil atau duta Tuhan, dapat menjadi wakil roh-roh jahat yang menjadi sembahan
leluhurnya dahulu kala? Kondisi itu hampir sama seperti seorang mata-mata yang
berlaku sebagai agen ganda dalam dunia intelijen. Di Kerajaan Sorga tidak ada
mata-mata, atau agen ganda, karena mereka hidup dalam kekudusan.

Seorang Bapak Kristen yang bertindak sebagai hulahula terhadap borunya
mengatakan, bahwa berkat bukan berasal dari dia. Berkat itu datangnya dari Tuhan
Yesus. Namun ketika dia melaksanakan kedua fungsi hulahula di atas, dia telah
melaksanakan fungsi perwakilan Batara Guru. Jadi secara ucapan kita mengaku
Yesus sebagai satu-satunya sumber berkat, tetapi dalam pelaksanaan kita
menyalurkan berkat dari Batara Guru kepada pihak boru kita. Secara teologis kita
mengakui Yesus, secara praktis, kita mengakui Batara Guru, dan dengan demikian
telah menyangkali pengakuan teologis kita sendiri.

Sinkretisme sperti inilah yang ditegur keras oleh Firman Tuhan, seperti kasus orang
Kreta yang ditulis dalam surat Titus 1:13-14
“Karena itu tegorlah mereka dengan tegas supaya mereka menjadi sehat
dalam iman, dan tidak lagi mengindahkan dongeng-dongeng Yahudi dan
hukum-hukum manusia yang berpaling dari kebenaran.”

Ayat 16 mengatakan: “Mereka mengaku mengenal Tuhan, tetapi dengan
perbuatan mereka, mereka menyangkal Dia. Mereka keji dan durhaka dan
tidak sanggup berbuat sesuatu yang baik.”

Kalau kita benar-benar mengakui dan meyakini bahwa Yesus sebagai satu-satunya
sumber berkat, maka kita benar-benar harus mengerti cara-cara Yesus
memberikan berkat kepada orang yang percaya kepada-Nya. Mulajadi Nabolon
memiliki cara-cara khusus dalam memberkati orang yang percaya kepadanya.
Demikian juga Tuhan Yesus memiliki cara-cara tersendiri dalam memberkati umat-
Nya. Cara Mulajadi Nabolon berbeda dengan cara Tuhan Yesus. Tuhan Yesus tidak
mau menyalurkan berkatnya dengan meniru-niru cara musuh-Nya. Pelaksanaan
cara pemberkatan model Mulajadi Nabolon dalam kekristenan sama dengan
menyangkali kebenaran Tuhan Yesus, dan Titus mengatakan iman yang seperti itu
tidak sehat alias sakit.

Alkitab memberikan cara-cara yang ditentukan oleh Tuhan Yesus dalam
memberkati umat manusia (anugerah umum), dan memberkati setiap orang yang
percaya dan mentaati firman-Nya (anugerah khusus). Alkitab menolak dongengdongeng bangsa Yahudi, walaupun mereka adalah bangsa Tuhan. Apalagi terhadap dongeng-dongeng bangsa Batak yang berasal dari zaman Hasipelebeguon. Alkitab menolak segala hukum manusia yang berpaling dari kebenaran, apalagi terhadap hukum atau perintah leluhur yang nyata -nyata berasal dan berisikan nilai-nilai Hasipelebeguon, dan bahkan menentang Injil.

Kekudusan menutup seluruh kemungkinan bagi seorang Kristen untuk
melaksanakan fungsi ganda seperti itu. Kekudusan memisahkan seorang Kristen
dari segala nilai, paradigma, norma, cara dan persekutuan hidup dengan berbagai
roh-roh yang berasal dari iblis. Kalau peranan ganda itu terjadi juga, kemungkinan
satu-satunya adalah orang itu telah mengorbankan kekudusannya untuk dapat
menjadi wakil dari debata sembahan leluhur dahulu kala. Dalam dunia politik orang
seperti itu biasanya dicap sebagai pengkhianat negara.

Dengan melaksanakan ketiga fungsi dalam struktur Dalihan na Tolu, seseorang sah
sebagai wakil dari ketiga dewa Batak. Dengan demikian Iblis mempunyai dasar
yang sah (legitimated) dihadapan TUHAN untuk mengklaim orang itu sebagai
miliknya, dan Tuhan harus membiarkan iblis hadir dan mengendalikan kehidupan
orang itu. Karena itu para roh sembahan leluhur dapat bebas keluar masuk dari
dalam hati orang itu.

Iblis dengan mudah dapat menanamkan di hati orang itu keinginan yang kuat
untuk mempertahankan adat Batak dan ketakutan yang besar untuk keluar dari
adat itu. Kehadiran roh itulah yang memunculkan keinginan kuat di hati orang
Batak untuk tetap melakuka n berbagai upacara adat, bukan dorongan Roh Kudus.
Inilah salah satu penjelasan rohani mengapa adat Batak sangat terikat kuat pada
adatnya.

Kembali pada masalah pembenaran upacara adat melalui doa dan umpasa yang
dibungkus secara kristiani. Acara yang dilakukan karena dorongan roh sembahan
leluhur sekalipun dibungkus dengan doa kristiani yang tidak pernah memenuhi
keinginan hati Tuhan. Tindakan itu bertentangan dengan prinsip ibadah yang
pernah diajarkan Yesus Kristus yang berbunyi:

“Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab
Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. Tuhan itu Roh dan
barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan
kebenaran."(Yoh 4:23-24)

Today English Version menuliskan ayat ke 24:
“God is Spirit, and only by the power of his Spirit can people worship him
as he really is.”

Ibadah yang benar, yang memuaskan hati Tuhan adalah yang menjadikan Bapa,
dalam Yesus, sebagai pusat penyembahan. Bukan Mulajadi Nabolon ataupun ketiga
putranya. Kita juga dilarang menyembah hula-hula sebagai wakil Mulajadi Nabolon
(debata na ni ida), Yesus menegaskan:

“Enyahlah iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah TUHAN
(Yahowa), Tuhanmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti.”
(Matius 4:10)

Penyembahan kepada Bapa (TUHAN = Yahowa) hanya akan didorong dan
dikerjakan oleh (only by the power) kuasa Roh Kudus. Segala ibadah yang
dikerjakan oleh Roh Kudus tunduk sepenuhnya pada kebenaran Tuhan, tidak ada
satu bagianpun dari Firman yang dilanggar.

Segala ibadah yang tidak digerakkan oleh Roh Kudus tidak pernah berkenan
kepada TUHAN. Segala bentuk ibadah yang didorong oleh keinginan hati manusia
saja tidak akan pernah memuaskan hati Tuhan, karena manusia telah jatuh ke
dalam dosa. Karena itu, ibadah sinkretis seperti dalam upacara adat Batak tidak
pernah didorong dan dikerjakan oleh Roh Kudus, karena banyak melanggar prinsip -
prinsip Firman Tuhan.

Tabel di bawah ini memberikan perbedaan ibadah antara agama Batak dan Injil
Yesus Kristus.



Dorongan membungkus upacara adat dengan doa kristiani sepenuhnya berasal dari
roh sembahan leluhur yang belum disangkali dan diusir dari dalam hati seorang
yang beragama Kristen. Tujuannya agar orang-orang Kristen Batak tetap
melakukan penyembahan kepada malaikat iblis Mulajadi Nabolon, dengan jalan
menduakan Tuhan. Sehingga secara rohani orang Kristen itu tidak bisa mengalami
kemajuan rohani dalam mengenal kasih dan kuasa Yesus, karena kuasa-Nya tidak
akan menopangnya lagi. Kecuali Tuhan memberikan anugerah untuk bertobat.
Lalu, bagaimanakah Yesus akan mengakui di hadapan Bapa bahwa orang itu
memang benar-benar adalah pengikut-Nya, sementara dia beribadah dengan cara -
cara yang tidak tunduk kepada Firman TUHAN ?
Yesus mengatakan :
“Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku (bukan suara sembahan
leluhur), dan Aku mengenal mereka (bukan sekedar mengaku percaya
Yesus, tetapi diakui oleh Tuhan Yesus) dan mereka mengikut Aku” (bukan
ajaran leluhur) (Yohanes 10:27).”

E. Hulahula dan Kristus


Ungkapan hulahula sebagai “debata na ni ida” jarang dipikirkan dengan serius oleh
kebanyakan kita orang Batak. Dalam pengamatan penulis, banyak orang Batak
Kristen yang sangat akrab dengan istilah itu, sehingga tidak merasa ada yang salah
di sana. Bahakan di dalam kekristenan sekarang, istilah ini dikembangkan pada
orang lain. Sering terdengar orang yang mengatakan, bahwa orangtua adalah
“debata na ni ida”. Realitas ini menunjukkan bahwa pemahaman banyak orang
Batak Kristen masih berada dalam tingkat yang hampir sama dengan pemahaman
para leluhur yang hidup dahulu. Pemahaman kita belum memasuki pengertian dan
pengenalan yang lebih mendalam terhadap Yesus Kristus. Menghafal banyak cerita
dan beberapa ayat Alkitab, terlibat dalam aktivitas di gereja sering dinilai telah
menunjukkan bahwa seseorang itu telah mengenal Tuhan (mananda Yahowa).

Kehilangan pengenalan Tuhan yang benar merupakan salah satu akibat dari
kejatuhan manusia ke dalam dosa. Permasalahan itu ditambah lagi dengan fakta
bahwa Tuhan itu tidak dapat dilihat oleh mata jasmani kita. Bagaimanakah manusia
dapat mengenal sesuatu yang tidak dapat dilihat, dijamah oleh kelima panca indera
manusia. Kerinduan yang sama juga mewarnai hati Filipus yang bertanya kepada
Yesus: “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.”
(Yohanes 14:8). Kondisi inilah juga yang dimanfaatkan oleh Iblis dengan
mengajarkan konsep “ debata na ni ida” kepada leluhur kita.

TUHAN, malaikat Tuhan, Iblis dan roh-roh jahatnya berada di alam roh (gaib) yang
tidak dapat dilihat dengan mata jasmani. Istilah “debata” ditujukan oleh roh
sembahan leluhur kepada dirinya yang tidak dapat dilihat manusia. Pada waktu
leluhur kita memanggil roh sembahannya, mereka menyerukannya dengan
panggilan “Debata” atau “Ompu Mulajadi Nabolon”. Karena mereka tidak dapat
dilihat, maka Mulajadi Nabolon menetapkan hulahula sebagai wakilnya di dalam
menerima persembahan dan memberikan berkat kepada manusia. Sehingga
hulahula disebut dengan “debata na ni ida”. Jadi istilah “debata na ni ida” mengacu
kepada perwakilan Mulajadi Nabolon di dunia. Hulahula adalah manusia biasa yang
juga sudah jatuh ke dalam dosa, bukan penjelmaan dari roh sembahan leluhur.
Karena malaikat Iblis tidak dapat menjadi manusia. Dia hanya dapat merasuki
manusia ( siar-siaran).

Jadi sangat tidak tepat jikalau kita beranggapan bahwa istilah “debata na ni ida”
berarti “TUHAN yang dapat dilihat” (YHWH : Yahowa na ni ida). Alkitab menolak
dengan tegas pengertian “debata na ni ida” sebagai “Yahowa na ni ida”. Alkitab
menetang keras prinsip hulahula di dalam hidup umat-Nya, karena manusia dicipta
bukan sebagai wakil Mulajadi Nabolon, tetapi merupakan Peta atau Wakil TUHAN
(Imago Dei) di dunia. TUHAN (Yahowa) tidak pernah mewakilkan diri-Nya kepada
hulahula.

Karena manusia tidak dapat lagi mengenal TUHAN, maka Dia datang menyatakan
diri-Nya ke dalam dunia. Dia lah Yesus Kristus, TUHAN yang menjadi manusia.
Peristiwa ini dinamakan Inkarnasi (bukan reinkarnasi), Tuhan menjadi manusia.
Inilah jalan keluar yang diberikan oleh TUHAN agar manusia dapat mengenalnya.
Inkarnasi adalah suatu puncak karya besar TUHAN dalam mewahyukan diri-Nya
kepada manusia. Sehingga dengan mengenal Yesus Kristus manusia telah
mengenal TUHAN.

Ketika Yesus Kristus datang ke dunia, maka manusia dapat berbicara langsung
kepada TUHAN. Manusia dapat mendengar tanggapan, pikiran dan hikmat TUHAN
akan segala persoalan manusia yang diperhadapkan kepada-Nya. Mereka melihat
cara Tuhan yang melampaui pikiran manusia dalam menyelesaikan setiap
persoalan. Dia mengajarkan akan kebenaran TUHAN yang sangat dibutuhkan
manusia. Manusia juga dapat melihat betapa besar kasih-Nya TUHAN, ketika Dia
menghadapi orang banyak yang menderita berbagai penyakit dan kelemahan, dan
mereka semua disembuhkan-Nya. Mereka juga dapat melihat betapa besarnya
kuasa Tuhan yang membongkar segala bentuk persembunyian Iblis dalam diri
manusia, dan memulihkan tubuh itu. Manusia dapat melihat bagaimana kuasa-Nya
menaklukkan segala kondisi alam lingkungan yang membahayakan diri manusia.

Puncaknya, Dia memberikan jalan kepada manusia untuk dapat kembali kepada
TUHAN, dengan memberikan diri-Nya sebagai tebusan atas dosa dan
pemberontakan manusia. Dia mati, bangkit, naik ke surga, dan diterima oleh Bapa
di sebelah kanan-Nya. Dari sana Dia senantiasa menjadi pengantara kita di
hadapan Bapa di sorga. Pada waktu-Nya Yesus Kristus akan datang kembali ke
dunia di dalam kemuliaan-Nya yang besar.

Jadi, tidak ada Yahowa yang pernah dilihat oleh manusia selain dari Yesus Kristus.
Hulahula adalah manusia biasa yang penuh dengan dosa dan kelemahan. Dia bukan
Tuhan. Dia tidak bisa dan tidak layak mewakili manusia dihadapan Bapa yang
Mahakudus, bahkan dia adalah orang yang sangat membutuhkan Yesus Kristus
bagi keselamatan dirinya sendiri. Hulahula tidak bisa dan tidak layak menyalurkan
berkat dari TUHAN yang kudus, karena dia manusia dan penuh dengan dosa.
Bahkan hulahula juga sangat membutuhkan berkat dari Tuhan.

Yesus Kristus adalah satu-satunya manusia yang datang ke dunia mewakili Bapa-
Nya yang ada di surga. Dia satu-satunya jalan yang dapat membawa doa manusia
ke depan tahta Bapa di surga. Melalui Yesus Kristus kita beroleh segala berkat,
pertolongan dari Tuhan, dan yang lebih penting lagi, melalui Yesus Kristus kita
dapat memasuki pengenalan akan TUHAN dalam kehidupan pribadi.

Kalau kita mengerti dan meyakini kebenaran Injil ini, maka kita hanya akan
menerima Yesus Kristus sebagai satu-satunya TUHAN yang dapat dilihat. Yesus
Kristus adalah satu-satunya pengantara kita di hadapan Bapa di surga, dan Yesus
Kristus satu-satunya jalan Tuhan memberkati kita. Dalam prakteknya, kita akan
menolak segala bentuk jalan lain di luar Yesus Kristus, termasuk prinsip
perwaktilan hulahula di dalam agama Batak. Jadi cocok antara pengakuan iman kita
dengan praktek hidup keseharian.

F. Berkat, Jalan dan Tujuan Hidup


Berkat (pasu-pasu) merupakan suatu kebutuhan rohani yang besar bagi manusia.
TUHAN (YHWH; Jahowa; Batak) telah menciptakan manusia dalam keterbatasan.
Melalui keterbatasan itu, Dia menyatakan diri-Nya sebagai satu-satunya sumber
berkat yang dapat memuaskan segala kebutuhan manusia. Kesepetaan manusia
dengan Tuan merupakan satu-satunya standar hidup yang menjamin perolehan
berkat dan kebahagiaan yang sejati. Di luar Kristus, manusia tidak memiliki sumber
berkat yang sesungguhnya. Dunia hanya dapat menawarkan sumber berkat yang
akan membawa kita pada kebinasaan.

Kejatuhan manusia ke dalam dosa telah menimbulkan krisis rohani yang besar.
Manusia telah meninggalkan TUHAN, sumber berkat yang kekal, dan berpaling pada
roh-roh lain yang ada di dalam dunia ini. Manusia juga telah kehilangan tujuan
hidup yang benarm dan menggantinya dengan berbagai tujuan laiinya, sehingga
manusia tidak lagi hidup sebagai peta Tuhan yang memberikan kemuliaan kepada
TUHAN. Manusia menjalani kehidupannya dengan cara-cara lain di luar hikmat
tuhan untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkannya. Dalam kondisi seperti
itu, maka para malaikat iblis menawarkan berbagai tujuan hidup dan jalan lain
untuk mendapatkan berkat kepada setiap suku bangsa yang dikuasainya.

F.1. Tujuan Hidup Orang Batak

Hamoraon, Hasangapon dan Hagabeon (kekayaan, kemuliaan dan keberhasilan)
merupakan dambaan hidup orang Batak secara umum, dan selam hidupnya mereka
akan berjuang untuk mendapatkannya. Pencapaian ketiga hal ini merupakan tujuan
hidup yang terpatri di dalam jiwa setiap orang Batak. Seseorang baru dianggap
berbahagia apabila dia memiliki keturunan yang banyak baik dari anak la ki-laki
maupun anak perempuan. Lalu orang tersebut juga berhasil dalam usahanya,
sehingga memiliki banyak harta yang memungkinkna mereka melakukan berbagai
upacara adat yang lengkap dan besar, sesuai dengan kewajibannya di dalam
masyarakat.

Dengan demikian maka kedudukannya akan menjadi sangap (terhormat) ditengahtengah masyarakat adat. Kehormatan itu bukan hanya akan diperolehnya sewaktu masih hidup, tetapi juga akan didapatkan setelah meninggalkan dunia ini. Upacara penguburan yang mewah dan kuburan ata u tugu-tugu yang megah merupakan lambang kehormatan yang diterimanya di dunia orang hidup maupun di dunia orang mati. Saat mencapai semuanya itu barulah dia dapat disebut sebagai
“JOLMA” (manusia Batak). Kalau belum memperoleh semuanya itu, maka
seseorang dianggap belum berhasil di dalam kehidupannya: “ ndang jolma dope i”.

“Jolma” adalah seseorang yang memiliki kepribadian sebagai orang Batak.
Kepribadian Batak mencakup segala nilai, paradigma, ajaran, falsafah, cara dan
norma hidup yang diajarkan para leluhur Batak. Semuanya itu tercermin dalam
ketaatan kepada aturan adat. Sehingga upacara adat merupakan satu pusat
aktifitas hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup sebagai manusia Batak. Inilah
salah satu alasan yang sering diajukan oleh orang Batak untuk membenarkan
pelaksanaan upacara adat di dalam hidup kekristenannya sekarang.

Orang Kristen Batak harus menyadari, bahwa setelah percaya kepada Yesus
Kristus, maka kepribadian kita sebagai orang Batak tidak lagi didasarkan pada
berbagai nilai, paradigma, ajaran, falsafah, norma, cara dan jalah hidup
Hasipelebeguon. Sebaliknya kepribadian kita sebagai orang Batak dibangun dalam
seluruh kebenaran Firman Tuhan, agar kita kembali kepada tujuan hidup manusia
semula, yaitu menjadi Peta TUHAN, yaitu Peta Yesus Krist us. Kita adalah orang
Batak yang baru, yaitu orang Batak yang dicipta dalam Kristus Yesus, dimana
kepribadian kita merupakan pancaran dari kepribadian Kristus. Kepribadian Batak
yang baru merupakan kepribadian yang memancarkan pikiran perasaan dan
kemauan dari Yesus Kristus.

Dalam kepribadian yang baru itu, kita akan mendapatkan arti hidup, berkat,
sukacita dan kebahagiaan yang sejati. Orang Batak sejati adalah orang Batak yang
telah menemukan sumber keberadaan dirinya. Orang Batak bukan berasal dari Si
Raja Batak saja, tetapi lebih jauh lagi, berasal dari si Adam. Adam bersal dari
TUHAN, dan Adam adalah Peta TUHAN. TUHAN adalah asal (bona) dari keberadaan kita. Kembali ke asal semula (mulak tu bonana) adalah kembali kepada Kristus,bukan kembali kepada Hasipelebeguon, kembali kepada Sumber Berkat sejati,
bukan kembali pada roh-roh sembahan leluhur yang lemah dan miskin. Dalam
Kristus kita menemukan kebahagiaan hidup yang sejati dan selama-lamanya.
Dalam Kristus kita menikmati segala kekayaan dan kemuliaan Tuhan.

Kepribadian Batak yang baru adalah kepribadian Kristus yang memancar di dalam
dirinya, yang sangat berbeda dengan kepribadian orang Batak yang hidup dalam
nilai dan cara Hasipelebeguon. Ukuran kebatakan kita sekarang adalah ketaatan
kepada Firman Tuhan, bukan kepada adat Batak dulu. Bukti kita orang Batak yang
mengenal Kristus adalah keberanian meninggalkan Hasipelebeguon dan keberanian
untuk melakukan Firman Tuhan, dengan kerelaan memikul salib (resiko mengikut
Yesus).

Kalau kepribadian Batak Hasipelebeguon didapatkan melalui ketaatan terhadap
adat Batak dengan seperangkat upacara adatnya, maka kepribadian Batak dalam
Kristus hanya akan terwujud dengan mentaati seluruh Firman Tuhan. Orang Batak
dalam Kristus adalah warga dari kerajaan Surga. Sebagai warga dari Kerajaan
Surga, maka kita memiliki gaya hidup yang berbeda dengan orang Batak duniawi.
Kerajaan Surga memiliki aturan–aturan hidup yang berbeda dengan warga duniawi.
Kepribadian Batak dalam Kristus adalah suatu kepribadian yang memancarkan
kemuliaan Kristus. Yesus mengatakan: “Janganlah kamu sama seperti mereka.”
Semangat Yesus adalah semngat untuk tampil beda dengan dunia yang penuh
dosa. Semangat itu pulalah yang menjalar di dalam dada Paulus.
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah
kehendak Tuhan.” (Roma 12:2)

“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan
yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” (Filipi 2:5)

Pembaharuan hidup yang dikerjakan oleh Roh Kudus adalah suatu proses yang
membawa kita semakin serupa dengan Kristus, menjadi Peta TUHAN. “Jolma” bagi
orang Batak sekarang adalah seseorang yang memiliki pikiran, perasaan dan
tingkah laku hidup yang memancarkan kemuliaan Kristus. Itulah kemuliaan yang
TUHAN berikan kepada manusia termasuk kepada kita orang Batak, dan itulah juga
standar untuk mengukur kemanusiaan yang benar. Peta Tuhan = Peta Kristus =
Jolma, di luar itu, ndang jolma dope.

Kemuliaan (hasangapon) bagi orang Batak dalam Kristus diperoleh bukan lagi
melalui upacara adat. Kemuliaan itu diperoleh dengan keberanian untuk memikul
salib Kristus. Yesus Kristus sangat dimuliakan di sebelah kanan tahta Bapa.
Kemuliaan itu diterimaNya setelah selesai menjalani salib. Tiada kemuliaan tanpa
salib, itulah ketetapan bagi warga kerajaan surga. Setiap salib yang kita pikul
merupakan jalan mempersiapkan kemuliaan yang akan kita terima di Surga.
Manakah yang kita pilih, kemuliaan (duniawi) adat batak, atau kemuliaan Kerajaan
Surga? Tidak bisa dua-duanya.

bersambung

0 komentar:

 
TOGA LAUT PARDEDE | © 2010 by DheTemplate.com | Supported by Promotions And Coupons Shopping & WordPress Theme 2 Blog