Kamis, 26 Mei 2011

0
Adat Batak dari sudut pandang Kristen (2)

C. Dalihan Na Tolu dan Pelanggaraan Hukum TUHAN



Melalui uraian di atas, jelas bahwa upacara adat merupakan upacara agama yang
ditujukan bagi nama dan kemuliaan Mulajadi Nabolon. Struktur Dalihan Na Tolu
dicipta oleh iblis dan kemudian diilhamkan kepada leluhur Batak, kemudian
diajarkan kepada keturunannya. Ciptaan iblis akan memberikan kemuliaan kepada
si iblis sendiri. Sama seperti mobil Toyota yang memberikan kemuliaan kepada
perusahaan dan bangsa yang menciptakannya. Mereka berupaya membuat
kendaraan yang terbaik, bukan hanya untuk laku dijual, namun juga karena hal itu
akan memberikan kemuliaan kepada perusahaan atau bangsa yang menciptanya.

Struktur Dalihan Na Tolu merupakan gambaran atau peta dari dewa sembahan
leluhur yang hidup di banua ginjang (dunia atau langit atas). Keberadaan ketiga
dewa Batak di langit atas digambarkan atau dipetakan di bumi (banua tonga) oleh
unsur pembentuk Dalihan Na Tolu. Perbuatan ini merupakan pelanggaran terhadap
Hukum Taurat pertama, yaitu:
“Akulah YHWH = Yahowa Tuhanmu, yang membawa engkau keluar dari
tanah Mesir, tanah perbudakan. Jangan ada padamu Elohim (illah)
(sesembahan) lain dihadapan-Ku”. (Ulangan 5:6-7)

Dengan melakukan upacara adat kita memberikan jalan masuk pada kehadiran roh
sembahan leluhur di dalam kehidupan kita. Artinya, kita menerima illah lain di luar
TUHAN (Bapa di dalam nama Yesus Kristus) yaitu Debata Mulajadi Nabolo, Batara
Guru, Mangala Sori, Mangala Bulan, dan Debata Asiasi. Kita bahkan telah memberi
diri kita sebagai “Peta dari Roh Sembahan Leluhur” itu sendiri, yaitu “Peta Iblis”.
Pelaksanaan upacara adat Batak juga membuat kita melanggar Hukum Taurat yang
kedua yaitu:
“Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di
langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah”. (Ulangan 5:8)

Orang Batak pada masa Hasipelebeguon tidaklah membuat patung untuk roh
sembahannya. Tidak ada patung untuk Mulajadi Nabolon, Batara Guru, Mangala
Sori, Mangala Bulan, Boru Saniang Naga, dan dewa-dewa lainnya. Orang Batak
tidak memiliki kebiasaan membuat patung batu atau kayu untuk sembahannya dan
kemudian menjadikannya sebagai objek penyembahan, sebagaimana kebiasaan
yang terdapat pada agama suku-suku bangsa yang ada disekitar bangsa Israel
dahulu.

Bangsa-bangsa di daerah Palestina memiliki dewa-dewa sembahannya seperti dewa
Milkom, Baal, Kamos, Asytoret, dan Dagon dan berbagai dewa lainnya. Mereka
membuat berbagai macam patung yang merupakan gambaran dari kehadiran dewa
sembahan yang tidak bisa dilihat. Patung itu terbuat dari batu, tembaga, emas
ataupun dari kayu. Harun, saudara Musa juga terjebak untuk membuat patung
lembu emas ketika bangsa itu berada di padang gurun. Melalui patung itu mereka
berbicara kepada dewa sembahannya. Kehadiran patung itu merupakan simbol dari
kehadiran dari dewa sembahannya. Dengan membawa patung itu ke medan
peperangan, mereka telah membawa dukungan kuasa roh sembahannya untuk
memenangkan peperangan.


Dengan menyembah patung dewa, mereka telah menyembah roh itu. Pahatan
patung dewa merupakan proyeksi, Image atau perwakilan dari kehadiran roh
sembahan yang tidak dapat dilihat oleh mata. Dewa sembahan itu berada di alam
gaib dan tidak dapat dilihat, tetapi personifikasi dewa tadi telah dinyatakan pada
patungnya yang dibuat dari batu, kayu, tembaga, atau emas, sehingga dapat
dilihat oleh mata manusia.



Patung-patung (gana-ganaan) yang dibuat pada masa dahulu oleh orang Batak
hanyalah merupakan suatu bentuk perlindungan gaib (pagar) yang dibuat untuk
menangkal serangan roh-roh jahat. Patung-patung itu ditempatkan pada lokasilokasi
tertentu sebagai pagar perlindungan gaib, dan bukan sebagai benda yang
disembah-sembah.

Dalam agama Batak personifikasi dari kehadiran para roh sembahannya tidak dibuat dari patung batu, kayu, tembaga, ataupun emas. Patung dalam agama Batak tidak terbuat dari benda mati, tetapi terbuat dari darah dan daging, yaitu tubuh manusia.

Personifikasi dan gambaran dari kehadiran roh itu dinyatakan dalam diri orang
Batak itu sendiri. Upacara adat adalah upacara yang menjadikan orang Batak
sebagai patung-patung hidup dari ketiga roh sembahan, yang merupakan pancaran
dari Debata tertinggi Mulajadi Nabolon. Misalnya, kalau seseorang ingin
menyampaikan permohonannya kepada debata, maka ia menyampaikannya
kepada hulahula, dan memperoleh berkat dari debata juga melalui hulahula sebagai
patung hidupnya.

Orang Batak merupakan pahatan hidup yang merefleksikan kehadiran roh
sembahannya yang berada di langit atas (banua ginjang). Dengan melakukan
upacara adat, mereka telah menjadi patung hidup dari Batara Guru, Mangala Sori,
dan Mangala Bulan, ataupun Debata Asiasi. Sehingga, pelaku upacara adat adalah
patung-patung hidup dari Mulajadi Nabolon. Hulahula, Dongan Sabutuha, dan Boru
adalah patung-patung hidup dari ketiga dewa Batak. Dalihan Na Tolu merupakan
gambaran rohani atau tiruan (tumiru) dari eksistensi dan relasi dari ketiga dewa
Batak yang berada di langit atas. Firman Tuhan sangat jelas melarang:

“Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi dibawah”.

Dengan melakukan upacara adat kita telah melanggar Hukum Taurat kedua, baik
disadari ataupun tidak disadari.

Istilah “dosa” dalam Alkitab berasal dari kata “Hamartia” (Yun), yang artinya
melenceng atau meleset dari sasaran. Dosa merupakan segala pikiran, perasaan
dan tindakan kita yang tidak memenuhi standar Firman Tuhan, atau menyimpang
dari Kebenaran Firman-Nya. Dosa merupakan gap (jurang pemisah) antara standar
penciptaan manusia dengan realita kehidupan manusia. Alkitab memaparkan
bahwa manusia dicipta sebagai Peta, Gambar, atau Citra TUHAN, Imago Dei.

“Maka TUHAN menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Tuhan diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka”.
-------------------------------------------------------------------------------------
Keterlibatan dalam suatu upacara adat membuat seseorang yang dicipta
sebagai Peta TUHAN berubah menjadi “Peta Mulajadi Nabolon” atau lebih
jelas lagi, “Peta Iblis”. Sebagai Hulahula dia merupakan peta atau patung
hidup dari Batara Guru, sebagai boru dia merupakan peta atau patung
hidup dari Mangala Bulan, dan sebagai Dongan Tubu dia merupakan peta
atau patung hidup dari Mangala Sori.
--------------------------------------------------------------------------------------------
Kondisi inilah yang dinamakan dengan dosa. Orang Batak telah menyimpang dari
standar penciptaan dirinya oleh Tuhan sebagai “Peta TUHAN”, dan berubah menjadi
“Peta Mulajadi Nabolon”, atau “Peta Iblis”. Dosa telah menimbulkan krisis identitas
dan potensi diri yang besar di dalam diri manusia, dan juga dalam bangsa Batak.
Perbuatan ini sangat menimbulkan murka Tuhan dan mendatangkan kutuk yang
akan menimpa kita sampai kepada generasi keempat dibawah. Firman Tuhan:

“YHWH (Yahowa) adalah Tuhan yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan kepada keturunan ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku (menyenangi segala sesuatu yang berasal dari roh sembahan leluhur). Tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku
(membenci segala sesuatu yang berasal dari penyembahan berhala) dan yang berpegang pada perintah-perintah-Ku (bukan pada perintah roh sembahan leluhur)”(Ulangan 5:9 -10)

Kutuk itu akan bekerja secara lambat namun pasti, baik dipercaya atau tidak
dipercaya oleh orang Kristen, karena Firman Tuhan tidak pernah berubah. Ulangan
Pasal 28 dipenuhi dengan berbagai macam berkat dan kutuk bagi orang yang
mentaati Firman Tuhan atau melanggarnya.

“Tetapi jika engkau tidak mendengarkan suara TUHAN (YHWH:Yahowa),
Elohim (Tuhan) mu, dan tidak melakukan dengan setia segala perintah dan
ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu hari ini, maka segala kutuk ini
akan datang kepadamu dan mencapai engkau: Terkutuklah engkau di kota
dan terkutuklah engkau di ladang. Terkutuklah bakulmu dan tempat
adonanmu. Terkutuklah buah kandunganmu, hasil bumimu, anak lembu
sapimu dan kandungan kambing dombamu. Terkutuklah engkau pada waktu
masuk dan terkutuklah engkau pada waktu keluar”. (Ulangan 28:15-19)

Ayat ini selanjutnya memberikan daftar bentuk kutukan yang akan diterima oleh
Israel jikalau mereka tidak mau mendengarkan-Nya, seperti: huruhara, penyakit
sampar, dan epidemi batuk, kudis, borok dan penyakit lain yang tidak bisa
disembuhkan, kegilaan, depresi berat, pemerasan, penindasan, pemaksaan pindah
agama, dan lain-lain. Silahkan Anda menambahkan daftar kutukan tersebut.

Kita harus sadar, tanpa diundang iblis akan hadir, apalagi kalau diundang. Kalau
disuruh pergi, dia tidak akan mau, kecuali dipaksa dengan kuasa Yesus Kristus.
Itulah sifat iblis. Karena itu upacara adat merupakan dasar yang kuat bagi iblis
untuk mengklaim dan mempertahankan di hadapan Tuhan akan kehadirannya
dalam kehidupan orang Batak Kristen. Kuasa Tuhan tidak dapat (bukan tidak
mampu) menghalanginya, karena berkaitan dengan kebebasan yang telah
diberikan-Nya kepada manusia. Kala kebebasan itu diserahkan kepada oknum yang
lain di luar diri-Nya, maka Tuhan akan mengundurkan diri dari tempat-Nya dalam
hidup orang itu.

“Peta TUHAN” hanya menyediakan tempat dalam roh manusia bagi kehadiran
TUHAN Semesta Alam, yang kita kenal kemudian di dalam nama Tuhan Yesus.
Hanya TUHAN yang boleh hadir di dalam roh dan kehidupan kita, sebagai Tuhan,
Juruselamat, Pemimpin, Guru dan Raja kita. Tidak boleh ada pribadi yang lain,
termasuk Mulajadi Nabolon, ketiga dewa Batak maupun roh-roh sembahan leluhur
lainnya. Karena itu Paulus menyebutkan tubuh kita ini adalah Bait Roh Kudus.

“Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah Bait Roh Kudus yang diam di
dalam kamu”. (I Korintus 6:19)

Penyerahan tubuh menjadi “Peta Mulajadi Nabolon” merupakan dosa penajisan Bait
Roh Tuhan. Bait Tuhan hanya diperuntukkan bagi kehadiran Roh Kudus dan untuk
kemuliaan Tuhan. Bait Tuhan tidak untuk didiami roh-roh najis dan bukan untuk
memetakan kemuliaan roh-roh sembahan leluhur.

Lagipula, Tuhan Yesus tidak pernah akan berkenan hadir dalam suatu upacara
adat, sekalipun dibungkus dengan doa kristiani, dan memakai nama Tuhan Yesus.



Karena, TUHAN tidak pernah membagikan kemuliaan-Nya kepada yang lain. Tuhan
tidak pernah berkenan dengan sikap hati yang menduakan. Bagaimana Tuhan
Yesus akan sudi hadir dalam suatu upacara adat yang Dia tahu membawa
kemuliaan bagi iblis. Dia tidak akan berkenan hadir disana dan duduk bersama -
sama dengan para roh sembahan leluhur Batak. Hanya pikiran yang belum
dikuduskan yang dapat menerima perkara itu. Yesaya 42:8 menegaskan:

“Aku ini TUHAN (Yahowa), itulah nama-KU; Aku tidak akan memeberikan
kemuliaan-Ku kepada yang lain, atau kemasyuran-Ku kepada patung”.

Ada sebagian orang yang membenarkan upacara itu dengan alasan bahwa mereka
melakukan doa dan umpasa yang memakai nama Yesus. Apalagi kalau pendeta
yang memimpin doa itu. Membungkus upacara adat dengan doa dan umpasa yang
membawa nama Yesus sama dengan melakukan dosa pelanggaran Hukum Taurat
ketiga, yaitu larangan menyebut nama TUHAN dengan sembarangan.
“Jangan menyebut nama TUHAN (Yahowa), Elohimmu, dengan
sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang
menyebut nama-Nya dengan sembarangan”. (Ulangan 5:11)
doa seperti itu merupakan tindakan mempergunakan nama dan kuasa Yesus secara
sembarangan, yaitu sekehendak hati sendiri dan tidak tunduk kepada tuntutan Roh
Kudus. Nama Tuhan Yesus hanya dapat kita pergunakan sesuai Firman Tuhan dan
bimbingan Roh Kudus yang telah mengilhamkan Alkitab. Hanya dengan cara
seperti itu Kuasa Tuhan Yesus akan mendukung segala ucapan dan doa kita. Di luar
itu, penggunaan nama TUHAN menjadi tindakan memakai nama Tuhan secara
sembarangan saja, dan tidak pernah akan berkenan di hati Tuhan.

Pemakaian nama Tuhan Yesus secara sembarangan itu hanya pembenaran pelaksanaan upacara agama Hasipelebeguon dalam hidup kekristenan. Nama
Tuhan Yesus hanya boleh dipakai di bawah bimbingin Roh Kudus. Roh Kudus hanya
akan membimbing kita memakai nama Yesus selaras dengan Firman Tuhan dan
untuk kemuliaan Nama Yesus, bukan Mulajadi Nabolon. Nama Tuhan tidak boleh
dipergunakan untuk perkara -perkara yang justru bertentangan dengan kehendak
dan maksud Tuhan.

Di atas telah dikemukakan, bahwa upacara adat merupakan jalan masuk bagi
kehadiran roh sembahan leluhur Batak. Kehadiran ketiga unsur Dalihan Na Tolu
merupakan gambaran kehadiran ketiga dewa sembahan leluhur. Jadi upacara adat
pada hakekatnya merupakan suatu persekutuan rohani dari pelaku upacara itu
dengan roh sembahan leluhur. Karena itu, tidak mungkin Tuhan Yesus berkenan
hadir dalam acara itu sekalipun dilakukan dengan doa dan umpasa yang memakai
nama Yesus. Alkitab mengungkapkan bahwa persyaratan bagi kehadiran Tuhan
Yesus dalam suatu persekutuan adalah:

“Seba dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku (nama
Yesus), disitu Aku ada ditengah-tengah mereka”. (Matius 18:20)

Syaratnya harus dan mutlak dalam nama Yesus, tidak bisa ditambah atau dikurangi
dengan nama yang lain; hanya dalam satu-satunya nama, nama YESUS, dan bukan
berkumpul dalam nama tiga dewa Batak, bukan dalam nama Mulajadi Nabolon.
Bukan pula dalam nama Mulajadi Nabolon plus nama Yesus. Persekutuan adat
adalah persekutuan yang membawakan nama Mulajadi Nabolon melalui ketiga
putranya dalam Dalihan Natolu. Tuhan Yesus tidak akan pernah hadir dan tidak
bisa dipaksa hadir dan mendukung acara yang tidak berkenan di hati-Nya, tidak
peduli siapapun yang memimpinnya. Dia adalah TUHAN, Yang Mahakudus, yang
tidak akan memberikan kemuliaan-Nya kepada yang lain.

Tuhan tidak pernah tertarik kepada cara-cara penyembahan yang merupakan
penggabungan antara cara iblis dengan prinsip Firman-Nya. Hanya hati orang Batak
yang masih terikat oleh roh sembahan leluhur yang merasa ro hani dan berhikmat
dengan cara hidup yang seperti itu. Hanya iblis yang suka meniru dan memalsukan
hal-hal dari TUHAN untuk dirinya sendiri. Peta Tuhan dipalsukannya menjadi
menjadi peta iblis. Tuhan Trinitas dipalsukannya dengan membuat “Tiga Debata”.
Tuhan tidak memiliki sifat suka meniru, apalagi memalsukan segala buatan iblis
dan menggunakan bagi diri-Nya, karena Dia adalah TUHAN, Yang Mahakudus, kaya
dalam segala sesuatu. Sehingga Dia tidak akan pernah mau dan senang
mempergunakan segala sesuatu hasil pemikiran iblis yang diilhamkannya kepada
manusia. Bahkan Dia sangat jijik dengan segala sesuatu yang dibuat oleh iblis.
Karena itu, TUHAN tidak pernah tertarik sedikitpun untuk mempergunakan aturan
hidup agama Batak di dalam kehidupan anak-anak-Nya. TUHAN itu Pencipta Yang
Mahacerdas dan Mahakreativ. Setiap hal yang dicipta-Nya sangat unik dan khusus.
Lihatlah pada manusia, tidak ada seorangpun manusia yang dilahirkan sama.
Betapapun miripnya orang kembar, tetapi mereka tetap memiliki perbedaan yang
khusus yang merupakan keunikan masing-masing. Peniruan yang dilakukan oleh
atas kreativitas Tuhan menunjukkan keterbatasan dan kemiskinan kreativitas iblis.

Sinkretisme adat Batak dalam kehidupan orang Kristen menunjukkan kemiskinan
kreativitas dari orang-orang yang mengaku pengikut Yesus. Sehingga kita harus
membajak hak ciptaan iblis dan mempergunakannya dalam hidup kekristenan kita.
Sinkretisme ini juga disebabkan oleh ketidak-mengertian orang Kristen akan
“mandat budaya” yang diemban oleh setiap yang percaya kepada TUHAN.
Ketidak-mengertian itu berakar dari kurangnya didikan tentang kebenaran TUHAN
secara mendalam.

Kalau pikiran kita sebagai orang Kristen telah mengalami pembaharuan oleh Roh
Kudus, maka kita akan gampang untuk mengerti dan memahami kemahakreativitasan
Tuhan dan penolakannya akan segala perkara yang diciptakan dan
diilhamkan oleh iblis. Tuhan tidak pernah mau menjadikan diri-Nya sebagai
“pembajak” karya iblis. Dengan memahami kebenaran itu, kita juga tidak akan mau
mempergunakan konsep, ide, paradigma dan norma yang berasal dari iblis, dan
kemudian mencampur-baurkannya dengan Firman TUHAN. Kita juga akan sangat
membenci hal –hal yang berasal dari si iblis. Mana mungkin kita akan melakukan
sinkretisme dalam iman dan ibadah kita kepada Yesus Kristus?
Kita tahu, inti dari seluruh Hukum Taurat dan kitabn para nabi terletak pada salah
satu perintah Tuhan Yesus:
“Kasihilah Bapa, Tuhanmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap hatimu,dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yangterutama dan yang pertama”. (Matius 22:38)
Penulis akan membagikan kesaksian pribadi yang dialami pada tahap awal ketika
Tuhan Yesus mempersiapkan penulis untuk menuliskan masalah upacara adat ini,
khususnya dalam mengajarkan kebencian TUHAN akan simbol-simbol berhala
leluhur.

Dalam sebuah Bible Camp Mahasiswa yang dilaksanakan di Tomok, Sumatera
Utara, Penulis mendapat kesempatan untuk membawakan Firman Tuhan dalam
beberapa sesi. Sesi pertama yang membahas tentang masalah “kekudusan hati”
disampaikan dalam keadaan kepala yang tiba-tiba menjadi pening, pikiran kacau
dan tidak bisa konsentrasi. Hal ini berlangsung sampai pada akhir sesi, sehingga
uraian topik itu terkesan asal-asalan saja. Penulis merasa aneh dan bertanya-tanya
pada Tuhan atas kondisi ini, karena belum pernah mengalami kejadian yang seperti
ini. Padahal sebelum menyampaikan sesi itu, pikiran dalam keadaan tenang, badan
sehat dan tidak ada sesuatu masalah yang berarti. Anehnya lagi, setelah sesi
berakhir, kondisi itupun segera menghilang. Jawaban Tuhan atas kejadian itu
belum juga diperoleh sampai keesokan harinya, dimana penulis harus
menyampaikan sesi kedua. Penulis berdoa di kamar dan meminta kepada Tuhan
petunjuk agar kejadian kemarin tidak terulang lagi. Setelah berdoa penulis keluar
dari kamar dan mengunci pintunya. Pada saat mengunci kamar itu, tiba-tiba pikiran
penulis mendapatkan semacam terang dari Tuhan, yang bertanya tentang benda
apakah yang ada dalam tangan penulis. Dalam hati penulis menjawab, sebuah
kunci kamar yang memakai gantungan berupa ukiran patung kayu orang Batak
dahulu. Selama ini penulis menganggap hal itu hanya sebagai benda souvenir saja.
Pada saat itu, di dalam pikiran, Tuhan menjelaskan secara mendalam bahwa
souvenir ini merupakan simbol dari berhala leluhur. Tuhan dengan tegas
menyatakan kepada penulis akan ketidaksetujuannya untuk membawa simbol
berhala itu di dalam persekutuan dengan diri-Nya, dan karena itu Tuhan telah
membiarkan penulis mengalami serangan roh-roh jahat yang mengacaukan
penyampaian Firman-Nya sebelumnya, supaya penulis menguduskan diri dari
segala bentuk berhala leluhur. Karena itu, penulis segera meminta ampun kepada
Tuhan dan tidak mengantongi dan membawa kunci itu ke ruangan ibadah. Sesi
keduapun menjadi sesi yang dapat disampaikan dengan baik, dan berakhir dengan
hati yang dipenuhi dengan sukacita dari Tuhan.

bersambung ........

0 komentar:

 
TOGA LAUT PARDEDE | © 2010 by DheTemplate.com | Supported by Promotions And Coupons Shopping & WordPress Theme 2 Blog