Arsip Museum Nasional |
Kepulauan
Nusantara pernah didatangi bangsa Yunan dari daratan Indo-Cina pada
abad Sebelum Masehi. Bangsa ini sebelum datang secara besar-besaran,
mereka masuk Nusantara dengan kelompok-kelompok kecil.
Mereka membawa berbagai kebudayaan antara lain falsafah/ajaran Buddha dan aksara/tulisan kaganga. Khusus di Lampung sekarang dikenal dengan tulisan Lampung karena pada zaman modern ini Lampunglah yang lebih dulu mengangkat aksara kaganga tersebut. Adapun daerah Lampung dahulu merupakan kesatuan dengan daerah pusat Kerajaan Saka di sebelah selatan Bukit Barisan dalam wilayah Sumatera bagian selatan, yaitu Kerajaan Aji Sai dekat Danau Ranau, Lampung Barat sekarang. Di Sumatera bagianSelatan.
Mereka membawa berbagai kebudayaan antara lain falsafah/ajaran Buddha dan aksara/tulisan kaganga. Khusus di Lampung sekarang dikenal dengan tulisan Lampung karena pada zaman modern ini Lampunglah yang lebih dulu mengangkat aksara kaganga tersebut. Adapun daerah Lampung dahulu merupakan kesatuan dengan daerah pusat Kerajaan Saka di sebelah selatan Bukit Barisan dalam wilayah Sumatera bagian selatan, yaitu Kerajaan Aji Sai dekat Danau Ranau, Lampung Barat sekarang. Di Sumatera bagianSelatan.
Aksara Brahmi,Cikal Bakal Aksara nusantara |
Di
wilayah kepulauan nusantara ini yang memakai tulisan kaganga hanya di
Pulau Sumatera dan Sulawesi (ada 22 wilayah) dan di luar wilayah
tersebut memakai tulisan/aksara pallawa/hanacaraka yang berasal dari
India sesudah masuk abad Masehi bersama dengan ajaran/falsafah Hindu,
yang kemudian hari berkembang di Pulau Nusa Kendeng/Pulau Jawa sekarang
dan Bali. Di pusat Kerajaan Saka/Aji Sai, raja-rajanya adalah titisan
penjelmaan Naga Sakti/Nabi Khaidir a.s., dalam rangka mengemban tugas
Tuhan Yang Maha Esa dengan menurunkan hukum inti Ketuhanan (falsafah
Jaya Sempurna) sepanjang zaman. Jadi masuknya bangsa Yunan terjadi
beberapa tahap yang jaraknya berabad-abad serta membaur dengan penduduk
asli Nusantara (yaitu Kerajaan Saka/Aji Sai) yang merupakan cikal bakal
Kerajaan Sriwijaya kecil di wilayah pedalaman Bukit Barisan sebelah
barat, yaitu Bukit Raja Mahendra (Raje Bendare). Di Pagar Alam Lahat,
tepatnya di antara perbatasan 3 provinsi; Lampung, Sumatera Selatan dan
Bengkulu lokasi tersebut sampai saat ini belum terungkap dan masih
merupakan misteri bagi bangsa Indonesia. Untuk mengungkapnya perlu
dipelajari tulisannya, yaitu kaganga atau pallawa (hanacaraka).
Aksara Kaganga (Dasar) |
Menurut
Ahmad, aksara yang mirip aksara Kaganga bisa ditemukan sejak dari
pedalaman Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumsel, Lampung, Sulawesi
Selatan, bahkan sampai ke Filipina.
Bahkan, naskah La Galigo dari Sulawesi Selatan diyakini menggunakan aksara yang mirip aksara Kaganga. Anehnya di sepanjang pesisir timur Sumatera seperti Medan, Riau, Jambi, Palembang, dan Bangka tidak ditemukan aksara Kaganga tapi ditemukan aksara Arab Melayu.
Bahkan, naskah La Galigo dari Sulawesi Selatan diyakini menggunakan aksara yang mirip aksara Kaganga. Anehnya di sepanjang pesisir timur Sumatera seperti Medan, Riau, Jambi, Palembang, dan Bangka tidak ditemukan aksara Kaganga tapi ditemukan aksara Arab Melayu.
Aksara Bali |
Aksara BugisYg berkembang Diwilayah sulawesi |
Aksara
Kaganga di Sumsel dibagi menurut daerah asal dan usianya. Menurut
daerah asal ada aksara Kaganga Besemah, Lembak (sekitar Lubuklinggau),
Kayu Agung, Ogan (sepanjang Sungai Ogan dan Sungai Komering), Enim
(sekitar Muara Enim), dan Rambutan (sekitar Banyuasin). Sedangkan
menurut usianya ada aksara tua dan muda
ksara Kaganga tidak berkembang kemungkinan karena terdesak oleh aksara Palawa dan semakin terdesak oleh aksara Arab Melayu.
Aksara Sunda |
Aksara Batak Toba |
Nama kaganga ini merujuk pada ketiga aksara pertama dan mengingatkan kita kepada urutan aksara di India dan terutama dalam bahasa Sansekerta.